Total Tayangan Halaman

Selasa, 31 Agustus 2010

Akhir Ramadhan

Bismilahirahmanirahim.
Alhamdulilah, Alhamdulilahirabil alamin, Wassalatuwasalamualla Asrafil Anbiya Iwarmussalim, Waala Alihi Washabihi Wassalim.

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan karunia kesehatan, kesempatan dan waktu untuk berkumpul ditempat ini, untuk mengumpulkan serpihan-serpihan maupun bongkahan-bongkahan pahala di bulan Ramadhan tahun tahun ini.

Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Keluargnya, Sahabatnya, Tabiin Tabi'i serta kita umatnya yang senantiasa mengikuti ajarannya hingga kini.
Bapak, Ibu Jamaah Al Musyafir yang berbahagia.

Tak terasa kita berada di penghujung Ramadhan// Ramadhan yang penuh Rahmat, magfirah, dan ampunan. Masih ada tersisa 6 – 7 hari lagi ramadhan tahun ini.// kiranya masih banyak yang dapat kita lakukan untuk mengisi akhir ramadhan ini.

Rasulullah saw. sangat mengagungkan 10 hari akhir Ramadhan ini,// beliau bersungguh-sungguh luar biasa dalam beribadah,//padahal beliau sudah mendapat jaminan pengampunan dari Allah swt., semua kesalahan yang terdahulu maupun yang akan datang. Bagaimana dengan kita?,

Kita yang penuh dengan dosa dan kealpaan.// Tentu, kita lebih membutuhkan pengampunan Allah swt.,// Rasulullah saw, dalam mengagungkan 10 hari akhir Ramadhan ini, selalu bersungguh-sungguh mengisinya.

20 hari pertama Ramadhan adalah kesempatan menghimpun keta’atan dan pensucian jiwa dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dan fadhoilul a’mal.

10 hari akhir Ramadhan adalah kesempatan berlipat bagi yang merasa kehilangan keutamaan 20 hari pertama Ramadhan sebelumnya.// Allah menjadikan 10 hari akhir Ramadhan ini bak minyak kesturi perpisahan //, lebih khusus lagi dengan hadiah lailatul qadar. Malam yang mempunyai nilai lebih baik dari 83 tahun dalam sejarah manusia.
Kita sekarang sedang menapaki 10 hari akhir Ramadhan!, mengingatkan kita akan rasa kebahagiaan menyambut kedatangan Ramadhan,// bahagia!

Pertanyaannya adalah: Gerangan apa yang perlu kita persiapkan, yang mesti kita lakukan di hari-hari perpisahan ini?

Bapak, Ibu Jamaah al Musaafir yang berbahagia,
Bagaimana mengoptimalkan dan mengisi 10 hari akhir Ramadhan ini?

Pada hari dimana kita hidup kiranya pada saat seperti inilah sebaiknya kita membagi waktu dengan bijak.//Jadikanlah setiap menit akhir ramadhan ini laksana ribuan tahun dan setiap detiknya laksana ratusan bulan.

Tanamlah kebaikan sebanyak-banyaknya Dan persembahkanlah sesuatu yang paling berarti di Ramadhan kali ini. Ber-istighfar atas semua dosa-dosa yang kita lakukan, kiranya cara yang tepat untuk bermuhasabah.

Untuk itu marilah kita sama-sama mengisi akhir ramadhan ini dengan amalan-amalan//baik amalan berupa ibadah Maqdoh seperti Shalat, wirid, maupun amalan yang bersifat muamalah seperti: zakat, zakat fitrah, zakat mal, infaq dan sadaqah.

Kesyukuran dan kebahagiaan selalu terpancar pada diri setiap muslim ketika menjalani hari-hari di bulan Ramadhan dengan berbagai aktivitas dan ibadah. Curahan kebahagiaan seorang muslim disebabkan Allah selalu membukakan pintu ampunan bagi setiap hamba-Nya yang bertaubat, Allah kabulkan permohonan hamba-Nya yang meminta dengan penuh harap, Allah lipat gandakan nilai amal kebajikan dan Allah tatap hamba-Nya dengan Rahman dan Rahim-Nya.

Rasullullah SAW bersabda: Andaikan Umatku tahu akan rahasia keistimewaan bulan Ramadhan yang dikabulkan, doa-doa mustajab (dipenuhi), segala dosa diampuni dan surga merindukan mereka' Kini Ramadhan memasuki hari-hari akhirnya.

Perlahan tapi pasti, bulan yang mulia ini akan berpisah dengan kita. Ada keharuan, kesedihan dan pengharapan di penghujung bulan yang penuh berkah ini. Haru dan sedih dikarenakan kita akan berpisah dengan penghulu segala bulan. Harapan dihati kiranya Allah mengampuni salah dan dosa, menerima amal kebajikan serta memberikan kita kesempatan untuk bertemu diramadhan tahun yang akan datang dengan keadaan yang lebih baik dari tahun ini.

Kita yang hidup relative berkecukupan terkadang lupa dengan orang-orang yang kurang beruntung dalam hidupnya,.// Bulan Ramadhan yang hadir sebagai madrasyah memperbaiki keimanan,// keikhlasan dan memahami sesama mestinya membawa perubahan ketika ramadhan berakhir.// Bulan Ramadhan adalah bulan yang mendidik kita untuk selalu peka terhadap kesusahan, kesedihan dan ketidakberdayaan orang lain.

Allah selalu mengingatkan betapa pentingnya membelanjakan harta kita melalui kewajiban berzakat,// karena pembelanjaan kita yang tulus dan ikhlas di jalan Allah dengan membantu yang tidak mampu// akan dibalas Allah dengan nilai kebaikan yang berlipat ganda,// sebagaimana Firman Allah SWT: 'Perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya dijalan Allah, adalah bagaikan sebutir benih yang tumbuh menjadi tujuh butir, setiap butirnya mengandung seratus biji, Allah melipat gandakan pahala siapa yang Dia kehendaki dan Allah sangat luas karunia-Nya lagi mengetahui.' (QS: Albaqarah, Ayat 261 ).

Tanpa menunaikan zakat seseorang tidak akan masuk dalam himpunan kaum-Mu'minin yang telah dijanjikan kemenangan oleh Allah,// dijamin Al-Firdaus dan diberikan petunjuk dan kabar gembira,// Allah berfirman 'Sesungguhnya berbahagialah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusu' dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari ( perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat.'(QS, Al-Mu'minun: 1-4)

Di bulan Ramadhan ini, adalah bulan menumbuhkan sifat kedermawanan,// melalui zakat kita akan peduli terhadap sesama// dan mestinya kewajiban zakat ini akan terus dilaksanakan oleh kaum muslimin bukan karena temporer hanya dibulan ramadhan saja ,// meskipun frekuensi dan volume zakat di bulan ramadhan sangat meningkat cukup tinggi dengan kewajiban zakat Fitrah.

Zakat sebenarnya alat pengukur kepekaan seorang muslim dalam berbagi dan peduli terhadap sesama, Allah SWT berfirman: 'Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaikan, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah kebaktian orang yang beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahanya,// jadi kesimpulannya// mendirikan shalat dan menunaikan zakat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam diri seorang muslim yang berkomitmen.

Bulan Ramadhan menempa kita untuk selalu membelanjakan harta-harta kita di jalan Allah melalui Zakat yang telah diajarkan, tanpa zakat tidak dapat membedakan dirinya dari kaum munafiqin yang disifati Al-Qur'an dengan firman Allah SWT: 'Mereka tidak menafkahkan (harta) mereka melainkan dengan rasa enggan' ( QS: Ataubah: 54).

Dengan menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh dan dengan dihiasi berbagai ornament ibadah lainnya// termasuk kewajiban berzakat fitrah, memperbanyak infaq dan sedekah, beritikaf// kiranya keselamatan, limpahan rahmat dan magfirah akan kita raih nilai-nilai keagungan ramadhan yang akan menjadikan kita manusia yang paripurna secara islami dengan perhiasan takwa pada jiwa kita semua, amin.

Karena manusia takwa hanya satu balasannya yaitu surga. Kiranya itu yang dapat disampaikan pada kultum kali ini

Wabilahitaufi wal hidayah wassalamualaikum wr. Wb.

Senin, 16 Agustus 2010

CIRI-CIRI ORANG YANG BERTAKWA

CIRI-CIRI ORANG YANG BERTAKWA
Takwa adalah sebaik-baiknya bekal bagi kehidupan orang mu’min baik dalam mengarungi kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak, sebagaimana terdapat dalam firman Allah swt. surat Al Baqarah ayat 197,“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” Dengan bertakwa insya Allah kita akan memperoleh kebahagiaan bukan hanya kebahagiaan hidup di dunia melainkan juga di akhirat nanti. Meskipun kata takwa berasal dari terminologi yang dipakai agama Islam, tetapi khusus di Indonesia ini kata takwa digunakan juga sebagai terminologi oleh umat non muslim, meskipun kalau ditanya apa itu takwa mungkin mereka menggunakan kata-kata ini sebatas ucapan saja tanpa memahami makna yang sebenarnya. Tetapi sebagai umat Islam, tentunya memahami benar apa yang dimaksud dengan takwa. Takwa mengandung arti yang bervariasi di kalangan ulama. Namun ada beberapa ulama fiqh mendefinisikan takwa adalah menjalankan semua perintah Allah swt. dan menjauhi semua larangan-larangan Allah swt. Jadi takwa di sini ada indikasi bahwa dia takut di dalam perilakunya ini menerjang batas-batas yang sudah digariskan oleh Allah swt., sehingga kita tidak sampai melakukan suatu perbuatan yang melampaui batas-batas yang sudah ditetapkan oleh Allah swt. Seorang hamba meminta perlindungan kepada Allah swt dari adzab-Nya, hal ini dapat terwujud dengan melaksanakan apa yang di perintahkan-Nya dan menjauhi apa yang di larang-Nya.
Pada hakekatnya tidak ada yang benar-benar diharapkan untuk ketenangan lahir dan bathin selain takwa kepada Allah. Hanya takwa kepada-Nyalah satu-satunya jalan keluar dari berbagai problem kehidupan, yang mendatangkan keberkahan hidup, serta menyelamatkan dari adzab-Nya di dunia maupun di akhirat nanti, karena takwa jualah seseorang akan mewarisi Surga Allah swt. Imam Ahmad bin Hambal ra. berkata, “Takwa adalah meninggalkan apa-apa yang dimaui oleh hawa nafsumu, karena engkau takut (kepada Dzat yang engkau takuti). Takut kepada Allah, ridha dengan ketentuan-Nya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi hari kiamat nanti.” Takwa merupakan sebaik-baiknya pakaian orang mu’min, seperti dalam QS. Al-A’raaf ayat 26 Allah swt. berfirman,”Hai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang terbaik”. Pakaian penutup aurat atau al-libas merupakan kebutuhan yang harus ada dan pakaian indah atau ar-risy, maka al-libas sebagai tambahan dan penyempurna. Allah swt. menunjukkan kepada manusia pakaian baik yaitu yang menutupi aurat lahir maupun batin, sekaligus memperindahnya. Sedangkan sebaik-baiknya pakaian adalah pakaian at-takwa. Pakaian takwa itu adalah al-hayaa’ (malu). Sedangkan menurut Ibnu Abbas pakaian takwa adalah amal shalih, wajah yang simpatik, dan segala sesuatu yang Allah swt. ajarkan dan tunjukan.
Sahabat Rasulullah saw. sangat memperhatikan taqwa, berusaha keras mewujudkan dan mempertahankannya. Diriwayatkan bahwa Umar bin Khatab ra. pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab, apakah yang dimaksud dengan takwa? Ubai bin Ka’ab lalu menjawab dengan berbalik mengajukan pertanyaan,”Apakah engkau pernah melintasi jalan yang berduri?” Umar bin Khattab menjawab, “Pernah,” Ubai bin Ka’ab bertanya lagi,“Apa yang engkau perbuat?” Umar bin Khattab menjawab,“Aku berusaha keras, berjuang sekuat tenaga dan berhati-hati melintasinya.” Ubai bin Ka’ab berkata,“Itulah takwa”. Takwa itu peka dan lembut di hati nurani, serta selalu merasa takut atau waspada karena banyak duri (rintangan) dalam melalui jalan takwa atau jalan kehidupan, seperti kesenangan, ketakutan, kekhawatiran, kesombongan atau syahwat. Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim bahwa seorang muslim itu saudara bagi muslimnya lainnya. Ia tidak boleh membiarkanya, merendahkannya, menganiayanya, dan menghinanya. Bila seorang muslim menghina muslim lainnya merupakan suatu kejahatan. Setiap muslim bagi muslim lainnya itu haram darahnya, hartanya, dan nama baiknya. Takwa itu di sini (Rasulullah saw. mengulang perkataannya sebanyak tiga kali sambil menunjuk dada beliau).
Takwa bukan hanya ucapan saja, melainkan harus ditunjukan oleh lisan, hati dan perbuatan. Takwa merupakan ketaatan sepenuhnya kepada Allah swt dengan mengikuti setiap hukum dan aturan-Nya yang diwahyukan kepada Rasulullah saw. Seperti yang diungkapkan dalam beberapa ayat dari Al Quran diantaranya QS. An Nuur ayat 52,”Siapa saja yang menaati Allah dan rasul-Nya, takut kepada Allah, serta bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan. Berikutnya dalam QS. Asy Syu’ara ayat 107-108,”Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepada kalian. Karena itu, bertakwalah kalian kepada Allah dan taatilah aku.” Dalam ayat lain diungkapkan,”Apa saja yang dibawa Rasul kepada kalian maka ambillah; apa saja yang dilarangnya atas kalian maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kalian kepada Allah.” (QS. Al Hasyr: 7)
Allah swt mewasiatkan takwa kepada umat Nabi Muhammad saw. dan juga kepada umat-umat terdahulu. Rasulullah saw. pernah berwasiat tentang takwa seperti yang diriwayatkan oleh Irbadh bin Sariyah bahwa Rasulullah saw. shalat subuh bersama kami. Setelah shalat beliau memberi nasihat yang dapat meneteskan air mata dan menggetarkan hati yang mendengarnya. Berkatalah salah seorang sahabat,“Ya Rasulullah, sepertinya ini nasihat terakhir, oleh karena itu nasihatilah kami”. Rasulullah saw. bersabda lagi,“Aku wasiatkan kepadamu agar kamu bertakwa kepada Allah, mendengar dan mentaati, sekalipun kepada budak keturunan Habsyi. Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup (pada saat itu), maka dia akan menyaksikan banyak perbedaan pendapat. Oleh karena itu hendaklah kamu mengikuti sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah sunnah ini erat-erat. Waspadalah kamu terhadap perkara yang diada-adakan (bid’ah) karena setiap bid’ah itu sesat”. (HR. Ahmad).
Orang bertakwa itu pasti akan selalu mengendalikan diri dalam semua perilakunya, selalu bertanya setiap kali akan melangkah, apakah ini sesuai dengan ajaran-ajaran, sesuai dengan perintah-perintah, atau tidak melanggar larangan-larangan Allah swt. Jadi selalu ada kendali-kendali pada dirinya, atau ada yang disebut dengan internal control, yaitu pengendalian yang bersifat internal di dalam dirinya bagi orang-orang yang bertakwa. Bahkan Al Quran sendiri menjelaskan dalam surat kedua Al Baqarah, bahwa kitab ini tidak ada keraguan di dalamnya, tidak ada orang yang meragukan kebenaran Al Quran. Orang-orang yang tidak beriman pun dalam hatinya mengakui bahwa Al Quran itu kitab yang tidak perlu diragukan lagi kesahihannya. Banyak bukti ilmiah yang sudah membuktikan bahwa Al Quran itu benar-benar kitab yang sangat luar biasa, sumber dari segala macam ilmu, meskipun pada umumnya kita menggunakan Al Quran hanya untuk membacanya saja, tetap itu lebih baik dari pada tidak membaca sama sekali karena membaca Al Quran itu sudah menjadi kebaikan dan menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. Artinya, kalau kita benar-benar ingin menjadi orang yang bertakwa gunakanlah Al Quran sebagai rujukannya. Timbul pertanyaan siapakah orang yang taqwa itu (muuttaqin)? Apakah ciri-cirinya seorang muttaqin?
Dalam perspektif pendidikan takwa merupakan sebuah kata yang penting dan mengandung makna tersendiri. Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Sedangkan pada ayat 2 menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. Kemudian di dalam sistem pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional, adalah berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam sistem pendidikan nasional khusus dalam pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Beriman dan bertakwa ini harus menjadi kompetensi kepribadian tenaga pengajar, guru dan dosen, di samping kompetensi kepribadian lainnya yaitu berakhlak mulia, arif bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil, dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara mandiri. Begitu pula dalam salah satu prinsip profesionalitas tenaga pengajar, diungkapkan bahwa salah satu prinsipnya adalah memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Akhlak mulia itu seperti bergaul dengan baik dengan manusia, tanpa melihat agama, suku, bangsa, dan ras. Hal ini sejalan dengan salah satu pilar pendidikan dari UNESCO, yaitu Learning live together, kita harus mampu hidup bersama.
Ciri-ciri Orang yang Takwa (Muttaqin)
Dalam surat Al Baqarah ayat 3-4 dinyatakan bahwa orang-orang yang bertakwa (muttaqin) memiliki beberapa ciri atau kriteria yang satu sama lainnya berkaitan, yaitu Alladziina yu’minuuna bil ghaibi wayuqiimuunashsholaata wamimmaa rozaknaa hum yunfikuun. Artinya, orang bertakwa itu beriman kepada yang ghaib, menegakkan shalat, menafkahkan harta untuk tegaknya agama Islam, mempercayai dan mengamalkan kitab dari Allah swt, keyakinan tentang kehidupan di akhirat.
1. Percaya kepada yang ghaib
Beriman kepada hal-hal yang ghaib merupakan kriteria pertama orang yang bertakwa (muttaqin). Hal-hal yang ghaib inilah yang bisa mengendalikan diri kita semua. Sesuatu yang ghaib ini misalnya malaikat. Kita yakin bahwa setiap saat, setiap detik itu dikontrol oleh dua malaikat Rokib dan Atib. Kedua malaikat ini yang selalu mencatat semua perbuatan kita tidak ada yang terlewat sedikitpun sebagaimana digambarkan di dalam Al Quran yaitu tidak ada sesuatu yang dilewatkan. Malaikat Rokib yang mencatat amal kebaikan dan malaikat Atid yang mencatat perbuatan salah yang dilakukan manusia. Orang yang mempunyai keyakinan seperti itu maka kalau dia mau melakukan sesuatu yang salah akan takut dicatat, sehingga dia tidak berani melakukan hal-hal yang di luar dari ketentuan-ketentuan yang sudah Allah swt berikan. Bayangkan kalau punya keimanan yang lain karena hidup tidak beriman pada yang ghaib (yuminuuna bilghaibi), maka manusia merasa tidak peduli karena tidak ada orang yang melihat, tetapi kita yakin bahwa ada yang ghaib di belakang kita diantaranya ada Allah swt. dan malaikat. Jadi orang yang bertakwa itu yakin bahwa yang ghaib itu ada.
Selain malaikat, hal-hal yang ghaib lainnya diantaranya ada jin dan syetan. Orang yang bertakwa dalam upaya mencintai Allah swt. selalu mendapatkan halangan dari syetan. Oleh karena itu perlu mewaspadai tipu daya syetan tersebut. Tipu daya syetan antara lain menjerumuskan manusia ke dalam kekufuran, mengarahkan manusia agar berbuat bid’ah, memperdayai manusia agar melakukan dosa-dosa besar, jika masih tidak berhasil diperdayai agar melakukan dosa kecil tetapi sering sehingga lama-kelamaan akan menjadi dosa besar/banyak, Godaan lainnya dengan cara menyibukkan manusia melakukan perbuatan mubah atau membuang-buang waktu dengan berbagai kegiatan yang tidak bermanfaat. Jika tidak mampu juga maka syetan menimbulkan berbagai macam cobaan silih berganti. Untuk itu perlu direnungkan firman Allah swt. dalam QS. Al Baqarah ayat 208,”Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh nyata bagi kalian.”
Sesuatu yang ghaib lainnya adalah neraka dan surga. Neraka adalah tempat bagi orang-orang yang melanggar perintah Allah swt. dan bagi orang-orang yang menjalankan segala larangan-Nya. Oleh karena itu, setiap orang pasti tidak ingin masuk ke neraka. Sebaliknya, setiap orang tentu sangat merindukan surga di akhir hayatnya nanti. Namun ada orang yang justeru dirindukan oleh surga, yaitu pertama, orang yang suka membaca Al Quran. Orang yang membaca Al Quran selain mendapatkan pahala, akan mendapatkan ilmu pengetahuan karena Al Quran itu sumber ilmu pengetahuan. Di dalam Al Quran kata ‘ilm dan tasrifnya ada 784. Artinya betapa Al Quran sangat mempromosikan kata ‘ilm baik yang berarti sains maupun knowledge. Di dalam Al Quran juga terdapat beberapa kalimat yang menantang kita untuk menggali sains dan teknologi yang jumlahnya mencapai 750 ayat. Dengan memiliki pengetahuan, maka akan menjadikan orang berpikir dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pahala membaca Al Quran bukan per kata atau per ayat melainkan sebanyak huruf yang dibaca. Kedua, memberikan makan kepada yang kelaparan (fakir miskin). Orang tersebut pantas dirindukan surga karena sudah mengerjakan perintah Allah swt. untuk memberi makan, mengasihi, dan menyantuni orang miskin. Ketiga, orang yang menunaikan ibadah shaum di bulan Ramadhan yang tujuan akhirnya adalah menjadi orang yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S Al Baqarah ayat 183,”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” Imam Al Ghazali mengatakan bahwa dengan adanya ketakwaan pada diri setiap muslim akan menimbulkan rasa takut/segan terhadap Allah swt. Setiap muslim akan membersihkan hati dan perbuatannya dari segala dosa. Keempat, orang yang pandai menjaga lidah dari membicarakan atau menggunjing/mengumpat orang (ghibah) atau ucapan-ucapan yang menimbulkan dosa atau maksiat, sehingga akan menimbulkan penyesalan, keburukan, dan kerugian, baik bagi diri sendiri atau bagi orang lain. Tidak jarang seseorang mengeluarkan ucapannya tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan baik buruk sebelumnya, sehingga merugikan bagi diri sendiri dan menyakitkan bagi orang lain. Untuk itu lidah harus dijaga dengan syar’i, sehingga dapat dikendalikan dengan melahirkan ucapan-ucapan yang baik dan bermanfaat. Seperti dalam sebuah haditsnya, Rasulullah saw. bersabda bahwa hendaknya kita berbicara yang baik/benar, dan jika tidak bisa berkata baik, sebaiknya diam.
1. Mendirikan shalat
Kriteria kedua orang yang bertakwa adalah wayukiimuunassholaata, dia mendirikan shalat. Jadi kita bertakwa itu harus benar-benar melakukan shalat sekurang-kurangnya shalat yang diwajibkan kepada kita yang lima waktu itu. Ibadah shalat merupakan perintah dari Allah swt. yang langsung diberikan kepada Rasulullah saw. Perintah ini terjadi ketika peristiwa Isra Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa hingga ke Sidrathul Muntaha. Shalat bermula dari mengingat sebagai hamba-Nya dan merasakan kebesaran Allah swt. Firman Allah,”Tegakan shalat untuk mengingat-Ku.” (Q.S. Thaaha:14). Sebagai hamba-Nya yang lemah (dhaif) kita menghadap-Nya penuh dengan rasa cinta, karena Dia telah memberikan rahmat dan nikmat yang tidak terbatas. Banyak nilai-nilai yang dapat dipetik dari mendirikan shalat, seperti cerita dari Abudzar bahwa Rasulullah saw. pada suatu waktu keluar rumah pada musim hujan yang saat itu daun-daun sedang rontok berguguran. Beliau lalu berkata kepada Abudzar,”Sesungguhnya jika seorang hamba muslim mengerjakan shalat dengan ikhlas, maka rontoklah dosa-dosanya, seperti rontoknya daun-daun ini dari pohon”. (HR. Ahmad). Dengan mendirikan shalat dapat membersihkan diri baik lahir maupun bathin, Rasulullah saw. bersabda,”Perumpamaan shalat lima waktu seperti sungai mengalir yang deras airnya di depan rumah salah satu dari kamu. Dia mandi di situ setiap hari lima kali.” (HR. Muslim). Beliau menjelaskan bahwa shalat lima waktu dapat menyucikan jiwa, membersihkan hati, membimbing pada kesalehan, mencegah maksiat, dan membersihkan diri dari kemungkaran. Sebagaimana sungai yang airnya melimpah membersihkan orang yang mandi di situ lima kali sehari. Hanya saja, sebagian manusia membiarkan dirinya kotor tidak mau membersihkannya. Demikianlah Islam telah menuntun setiap muslim untuk membersihkan jiwa (tazqiyatun nafs) dan ruhnya. Selain itu juga harus mengisi dan menghidupkan jiwa dan ruhnya itu paling sedikit lima kali sehari semalam dengan mendirikan shalat wajib disertai dengan shalat-shalat sunnat, seperti shalat tahajjud, shalat witir, shalat dhuha, dan sebagainya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam QS surat Thaaha ayat 14,”Tegakan shalat untuk mengingat Aku.”
1. Menafkahkan rezeki kepada orang yang membutuhkan untuk menegakkan agama Allah swt.
Kriteria ketiga yaitu wamimmaa rozaknaa hum yuukinuun, menafkahkan sebagian rizki kita digunakan pada jalan-jalan yang diridhoi dan dianjurkan oleh Allah swt. Rezeki ini perlu dikeluarkan atau dinafkahkan karena di dalam rezeki (terutama yang kaya raya) yang diterima terdapat hak orang lain seperti fakir miskin. Rezeki itu sesungguhnya milik Allah swt. Sedangkan manusia hanya dititipi untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan dirinya dan orang lain. Orang-orang yang menafkahkan atau mengeluarkan hartanya di jalan Allah swt. serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir terdapat seratus biji. Alloh swt. melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah swt. Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Al Baqarah: 262).
Dengan ketakwaan yang dimiliki kita melaksanakan perintah-Nya untuk membantu, menyantuni, dan memberikan kasih sayang. Orang yang perlu disantuni, tidak boleh disakiti, atau dihinanya antara lain fakir miskin. Sebagaimana Allah swt. telah berfirman dalam QS. Al Mauun ayat 1-3,”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” Sedangkan dalam QS. Adh Dhuha ayat 9 – 10 Allah swt. berfirman,”Adapun terhadap anak yatim, janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang meminta-minta janganlah kamu menghardiknya.” Oleh karena itu hendaknya kita mudah menafkahkan rejeki dan jangan kikir atau bakhil.
Rasulullah saw. pernah memberikan perumpamaan orang kikir dan orang demawan bagaikan dua orang yang memakai baju besi yang menutupi leher hingga dadanya. Orang dermawan tidak mendermakan harta miliknya, kecuali baju besinya itu makin membesar hingga menutupi sekujur tubuhnya hingga jari-jari tangan dan jejak langkah kakinya pun tidak terlihat lagi. Sementara orang yang kikir, makin tidak mau berderma, baju besinya makin menyempit hingga mencekiknya. Dengan kata lain, orang dermawan ketika memakai baju besi yang longgar akan terasa semakin longgar sehingga dengan mudah baju besi itu menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan, orang yang kikir tampak terbelenggu tangan sampai lehernya. Setiap kali hendak memakainya, baju besinya tercekal di lehernya. Semakin berusaha memakainya, baju besi itu semakin mencekiknya. Demikian pula orang yang dermawan, setiap kali berinfak, setiap kali itu juga dadanya menjadi lapang dan lega hatinya. Sebaliknya, orang yang kikir ketika diminta infak menjadi pelit, sehingga dadanya terasa sempit dan kedua tangannya terbelenggu. Artinya, harta kalau disedekahkan atau diinfakan sebenarnya bukan berkurang, tetapi akan terus bertambah. Sebaliknya harta orang kikir kalau tidak disedekahkan atau diinfakan sebenarnya bukan bertambah malahan semakin berkurang.
1. Mempercayai dan mengamalkan kitab yang datang dari Allah swt.
Kriteria berikutnya dari orang bertakwa itu adalah walladziina yu’minuuna bimaa ‘unjila ilaika, jadi orang yang bertakwa itu adalah orang yang beriman kepada kitab-kitab Allah swt. Kitab Allah swt. bukan hanya Al Quran, Allah swt. pernah menurunkan kitab kepada manusia kepada rasul-rasul kita yang lain selain Al Quran. Ada kitab yang disebut Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa as., ada kitab yang disebut dengan kitab Injil yang diturunkan kepada nabi Isa as., ada kitab yang disebut Zabur yang diturunkan kepada nabi Daud, tetapi semua kitab itu isinya sudah direvisi dan terhimpun semuanya di dalam Al Quran. Jadi kita yakin bahwa ada kitab-kitab sebelumnya tetapi semuanya aturan-aturan yang diberikan oleh Allah swt. Pada kitab-kitab sebelumnya sudah digabungkan semuanya di dalam Al Quran. Seperti kisah yang diungkapkan oleh sahabat Abu Dzar Al Ghiffari, bahwa ia berkata,”Wahai Rasulullah berilah nasihat kepada saya!” Rasulullah saw. bersabda,”Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah, karena takwa adalah akar dari setiap urusan (aturan).” Abu Dzar berkata lagi,”Wahai Rasulullah tambahkan lagi nasihat untuk saya!” Rasulullah saw. pun bersabda lagi,”Teruslah membaca Al Quran karena Al Quran adalah Nur (cahaya) untuk (kehidupan) kamu di atas muka bumi dan bekal yang disimpan di langit (untuk hari akhirat).” (HR. Ibnu Hibban).
1. Percaya dan yakin pada hari akhir (hidup sesudah mati)
Kriteria selanjutnnya dari orang bertakwa itu adalah wabil aakhiroti hum yuukinuun, percaya pada hari akhir. Orang yang bertakwa itu yakin bahwa akan menghadapi kehidupan yang lain setelah kematian di dunia ini. Bagi orang yang bertakwa seperti ini, dia adalah orang yang memperoleh pertunjuk dan orang yang berbahagia. Sabda Rasulullah saw.,”Tidaklah dunia dibandingkan dengan akhirat itu kecuali seumpama sesuatu di jari tangan dimasukan ke lautan. Lihatlah seberapa sesuatu itu membawa kembali.” (HR. Muslim). Hadits tersebut menjelaskan hakekat orang yang sibuk mengurus dunia tetapi melupakan akhirat, padahal sesungguhnya dunia ini tidak ada nilainya jika dibandingkan dengan akhirat. Untuk itu kewajiban orang mukmin untuk menggunakan akalnya agar tetap memperhatikan keduanya dunia dan akhirat secara proporsional. Sebagaimana doa yang sering kita ucapkan agar kita di dunia ini diberikan kebaikan, di akhirat diberikan kebaikan, begitu pula kebaikan pada keduanya di dunia dan di akhirat.
Dari kriteria-kriteria orang bertakwa (muttaqin) terebut, pertanyaannya apakah orang Islam sudah mampu menjadi muttaqin atau setidaknya berusaha menjadi muttaqin di dalam kehidupan sehari-harinya sehingga bermanfaat bagi dirinya dan orang lain? Islam mengajarkan kita suatu ajaran yang memang menjadi rahmat bagi seluruh alam, tetapi yang jadi persoalan apakah ajaran Islam sudahkah kita buktikan dan realisasikan di dalam kehidupan sehari-hari? Kita yakin Islamnya itu betul tetapi orang Islamnya itu yang jadi persoalan. Islamnya rahmatan lil ‘aalamiin, tetapi apakah kita sudah menjadi rahmat bagi alam semesta? Tidak seperti yang kita lihat sekarang ini berbagai fenomena, sebagian manusia membuat kerusakan pada alam bahkan pada masyarakat “apakah itu Islam?” Khususnya kita supaya bisa membuktikan bahwa Islam itu rahmatan lil ‘aalamiin, satu hadits saja yang bisa kita buktikan itu, insya Allah kita sudah bisa menunjukkan kepada orang lain bahwa Islam benar-benar rahmatan lil aalamiin. Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi manusia bukan yang bermudharat kepada manusia.
Banyak peristiwa yang kita amati dan kita ketahui ternyata sebagian orang Islam tidak memberikan manfaat malah memberi mudharat kepada manusia lain. Kalau kita bisa membuktikan bahwa sebaik-baik manusia adalah beriman kepada Allah swt, maka insya Allah Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semesta alam, tidak sebaliknya kita memberi mudharat kepada orang lain. Upaya atau cara-cara apakah yang harus kita lakukan atau realisasikan agar bisa memberikan manfaat bagi manusia? Ini khusus para peserta didik (mahasiswa), para tenaga pendidik (dosen) dan civitas akademika supaya bisa memberi manfaat bagi manusia tentu kita harus belajar dengan sebaik-baiknya. Kita memegang sebuah prinsip sebagaimana digariskan oleh Rasulullah saw., bertakwalah kepada Allah swt. dimana aku bertobat, kalau terlanjur berbuat sesuatu yang jelek, maka segera ikuti dengan perbuatan yang baik, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik kepada semua manusia bukan orang Islam saja. Dalam kesempatan lain Rasulullah saw. bersabda,”Sesungguhnya, perumpamaan orang melakukan kesalahan lalu melakukan kebaikan, seperti orang yang dibelit baju besi yang sempit yang mencekik lehernya. Dia lalu melakukan kebaikan, lepaslah satu lingkaran baju besi yang membelitnya. Kalau melakukan kebaikan lagi, lepas lagi lingkaran yang lain, dan seterusnya sehingga baju besi jatuh ke tanah (dan ia terlepas dari belitan besi).” (HR. Ahmad). Dengan hadits tersebut, Beliau menjelaskan bahwa perbuatan salah itu membuat pelakunya merasakan hidupnya sempit, rezekinya sulit diraih, atau mendapatkan kesulitan dalam setiap urusannya. Kemudian ia melakukan kebaikan yang dapat menghapus kesalahannya, maka terbukalah dadanya (hatinya), lapanglah rezekinya, dan mudahlah urusannya.
Ada beberapa cara merasakan nilai takwa kepada Allah swt, antara lain mencintai Allah swt. (mahabbatullah). Ibnu Qayyim berkata bahwa mahabbah itu ibarat pohon (kecintaan) dalam hati. Buahnya adalah taat kepada-Nya. Daunnya adalah rasa malu terhadap-Nya. Batangnya adalah ma’rifah kepada-Nya. Rantingnya adalah rasa takut kepada-Nya. Akarnya adalah merendahkan diri di hadapan Allah swt. Air penyiramnya adalah dzikir kepada-Nya. Jika amalan-amalan tersebut berkurang maka berkurang pulalah rasa cinta (mahabbah) kepada Allah. Allah swt. berfirman, “Dan Dia bersamamu di mana saja kamu berada. Dan Allah melihat apa-apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hadid: 4). Artinya, Allah swt. mengawasi dan menyaksikan perbuatan makhluk kapan saja dan di mana saja kamu berada, pada waktu malam maupun siang, di darat ataupun di laut, di rumah, di sekolah, di manapun kita menarik nafas. Dia mengetahui apa yang disembunyikan dan difikirkan.
Adanya nilai takwa dalam diri manusia antara lain ditunjukan dengan mampu menahan dan menundukkan hawa nafsu, sehingga nantinya akan mendapatkan kebahagiaan, seperti firman Allah swt. yang artinya,“Dan adapun orang-orang yang takut kepada Tuhannya dan menahan diri dari keinginan nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (An-Nazi’at: 40-41). Hawa nafsu itu bisa muncul dari hati yang sakit. Penyakit hati adalah penyakit yang menimpa manusia cukup kronis. Penyakit hati itu seperti iri, dengki, tidak senang melihat kebahagiaan orang lain, atau membicarakan aib orang lain (ghibah). Penyakit lainnya yang lebih kronis dan tidak akan diampuni oleh Allah swt. yaitu syirik kepada Allah swt. Penyakit-penyakit ini yang akan menyebabkan dosa. Untuk itu hendaknya kita selalu berlindung kepada Allah swt. dari penyakit itu semua. Hendaknya mulai dari sekarang kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah swt. agar selalu hidup dalam lingkungan yang terasa tentram, harmonis, dam bahagia.

Prolog
Kultum umumnya identik dengan sebuah ceramah yang ditujukan bagi berbagai kalangan (atau pada tempat tertentu bisa jadi mayoritas dapat mewakili komunitas tertentu, misalnya mahasiswa atau pegawai), dengan jumlah banyak, dimana hal ini biasanya dilakukan di masjid – masjid yang dilakukan pada saat bulan Ramadhan.

Lebih luasnya terkadang juga dilakukan tidak pada saat Bulan Ramadhan saja, tetapi pada bulan lainnya dan dapat juga dilakukan di luar masjid. Ceramah sendiri merupakan salah satu bentuk komunikasi dengan berbicara dalam rangka mempengaruhi manusia untuk diarahkan pada keinginan kita, tentunya dalam hal ini kepada petunjuk Islam. Kultum juga sampai saat ini masih identik dengan pembatasan waktu berkisar antara 10 sampai 15 menit (walaupun kultum sendiri singkatan dari kuliah tujuh menit, tetapi pada beberapa tempat bergeser menjadi kuliah terserah antum) dan biasanya dilakukan searah (bukan dialog). Kita sebagai seorang muslim seharusnya bersemangat dan berusaha terlibat dalam kegiatan ceramah seperti ini, karena ini merupakan sarana efektif dalam rangka mengingatkan umat dari kelalaian dan menyeru mereka pada kebaikan. Hal ini merupakan ciri – ciri yang seharusnya ada pada masyarakat Islam yang merupakan umat yang terbaik, sebagaimana Allah telah berfirman :

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang baik dan mencegah kepada yang mungkar dan beriman kepada Allah." (ali Imran : 110)

Para pendahulu kita dari kalangan orang – orang shalih telah mewariskan sejarah yang cukup mencengangkan setiap kita yang mencoba menyusuri jejaknya, sehingga karena pengaruh mereka yang cukup kuat dalam beramar ma'ruf nahyu munkar inilah mereka berhasil menguasai 2/3 dari bagian bumi ini. Namun.., ketika mereka kaum muslimin dan ulamanya mencoba meninggalkan kewajiban ini maka telah dapat kita saksikan satu persatu kekuasaan Islam jatuh ke tangan – tangan musuh Islam, sebagaimana dapat kita saksikan waktu kejatuhannya negeri Andalusia (lihat sejarah Ibnu Hazm al andalusi) Syaikh Ibnu baz rahimahullah pernah memfatwakan bahwanya hukum berdakwah (diantaranya dengan berceramah –peny) adalah fardlu 'ain, karena saat ini sangat sedikit sekali orang – orang yang mau memberikan ceramah dan berdakwah (Wujubud Da'wah ilallah).
Syaikh Utsaimin pernah menjelaskan bahwasanya cara berdakwah dengan menggunakan lisan merupakan cara yang paling efektif dalam berdakwah, karena dengannya kita dapat mengetahui secara langsung respon daripada objek dakwah kita (lihat Fatwa – Fatwa Syaikh Utsaimin, alQowam). Jauh sebelum para ulama berceramah dengan tulisan biasanya mereka memperbanyak ceramah dengan lisan. Sebagaimana al – Qur'an juga diturunkan dengan media suara sebelum dibukukan atau juga hadist – hadist dan atsar para shahabat. Dalam haditsnya Rasulullah shalallaahu 'alaihi wasallam kembali mengingatkan kita akan pentingnya berdakwah dengan lisan, artinya :

"Barangsiapa melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangan, jika tidak mungkin dengan lisan, jika tidak mungkin dengan hati, dan itulah selemah – lemah iman." (HR. Muslim)

Rasulullah shalallaahu 'alaihi wasallam menempatkan berdakwah dengan lisan setelah berdakwah dengan tangan dan termasuk ke dalam keutamaan iman kaum muslimin. Kaidah Umum memberi Nasihat Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi para penyeru kebaikan, diantaranya :
• Perintah dan larangannya diberikan secara halus dan lemah lembut sehingga diterima jiwa
• Pemberi nasihat mengetahui yang halal dan haram, sehingga seruannya bermanfaat dan tidak memberi dampak negatif karena kekurang tahuannya.
• Penyeru kebaikan wajib melaksanakan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa yang dilarangnya, agar faidahnya dapat bernmanfaat sempurna.
• Setiap pemberi nasihat hendaknya berani, tidak takut pada celaan dan hinaan orang, tapi hendaknya takut pada Allah subhanahu wata'ala semata serta sabar menhadapi cobaan yang menimpanya.

Tahapan dan Kunci Sukses

Kultum sebagai sarana komunikasi memiliki tiga unsur penting, yaitu: Pengirim (penceramah), Penerima (objek da'wah), Pesan (nasihat). Tahapan yang akan dilalui hendaknya mengingat 3 (tiga) unsur tersebut, diantaranya: Motivasi dari penceramah hendaknya mempunyai tujuan yang jelas disertai keyakinan kuat bahwa tujuan tersebut sangat penting. Kemudian hati penceramah mengungkapkannya sebelum lidah dan seluruh potensi dirinya mengutarakannya. Menentukan bentuk pesan (tema dan bentuk penyampaian).

Tema pesan disamping harus memperhatikan prioritas dalam agama, menggunakan dalil yang shohih juga diharapkan up to date. Tema yang up to date menuntut pengetahuan pembicara dalam dunia kontemporer atau minimal mengetahui kondisi realita umat, misalnya : Tema kesabaran menghadapi musibah banjir ketika banyak daerah kebanjiran, tetapi hal ini dapat dikaitkan dengan tauhid ketika umat justeru banyak meminta pertolongan pada sesembahan selain Allah Ta'ala (hal ini perlu untuk mengejar prioritas dalam berda'wah). Tema lain misalnya tentang pornografi yang saat ini sedang aktif dilawan pemerintah, tetapi dikaitkan dengan aqidah ahlussunnah waljama'ah, dimana salah satu bentuk ketaatan ahlussunnah waljama'ah adalah menta'ati pemerintah.

Bentuk penyampaian akan berbeda – beda sesuai dengan penerima dan lingkungan dihadapan kita. Apabila objek kita kalangan pemuda, tentu akan berbeda penyampaian dengan objek kalangan orang tua. Menghadapi para wanita akan berbeda dengan jama'ah laki – laki atau jama'ah yang majemuk. Berbeda pula antara kalangan mahasiswa dan kaum awam di perkampungan. Hal ini kadang menuntut keterampilan penceramah mempunyai wawasan dalam bidang yang sesuai dengan kondisi mad'u. Misalnya seorang penceramah terlebih dulu membaca sekilas (tidak perlu mendalam) tentang materi tentang dunia IT apabila mad'u (objek dakwah) yang dihadapi adalah kalangan insinyur. Merealisir bentuk pesan ke dalam praktek.

Praktek pertama adalah membuat kata pembuka yang menarik, maksudnya menarik perhatian dari jama'ah atau memberikan rangsangan dengan gerakan, atau kalimat lembut, atau kata atau teriakan / panggilan ataupun tujuan yang memang disukai oleh jama'ah. Kata pembuka disini maksudnya dilakukan setelah penceramah memberikan sambutan dengan dengan salam, pujian dan sholawat serta salam kepada Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam (hal ini semua jarang sekali ditinggalakan para ulama ketika mereka memberikan ceramah/nasihat, kecuali pada kondisi yang memang tidak memungkinkan. Misalnya nasihat – nasihat pendek). Beberapa contoh kata pembuka: Ya ayyuhannas, wahai pemuda, jama'ah sekalian yang kami hormati / cintai, dst.

Praktek kedua kemudian menyambung kata pembuka dengan pesan – pesan yang menarik bagi jama'ah. Hal ini menuntut latihan secara terus – menerus, baik sendiri ataupun secara kelompok. Ada banyak teori praktek tentang hal ini, namun perlu diingat bahwa tujuan daripada penyampaian pesan ini adalah agar pesan kita dapat diterima dan dipahami oleh objek da'wah, sehingga sebaik – baik teori praktek adalah dengan praktek itu sendiri. Learning by doing! Kesuksesan besar dalam menyampaikan pesan secara umum atau mengisi kultum secara khusus adalah tidak lebih akan menggunakan sarana – sarana berikut ini: bahasa, Intonasi suara, rona wajah, gerakan
tubuh, kemudian sarana – sarana eksternal.

Ada yang perlu diulang disini sebelum melangkah kepada sarana – sarana diatas, yaitu sebuah bab dalam shahih bukhari tentang bab al – 'Ilmu Qobla Qoul wal 'amal (Bab berilmu sebelum berkata dan beramal). Hal ini berarti berkata dan berbuat dalam Islam adalah setelah kita belajar, namun kalau kita balik maka faktor kesuksesan setelah belajar adalah berkata dan berbuat. Bukan begitu?

Sarana Pertama Bahasa. Dilakukan dengan memilih kata – kata yang fasih dan melakukan pembicaraan yang jelas, sebagaimana al – Qur'an telah menyihir hati orang – orang Arab. Nabi shallallaahu'alaihi wasallam berkata artinya:

"sesungguhnya diantara penjelasan itu ada yang menyihir." (inna minal bayani lasihran).

Setiap kita sudah seharusnya banyak menghafal al – Qur'an dan hadits Nabi shallaahu 'alaihi wasalam untuk mendapatkan kefasihan dalam berceramah. Ada mungkin juga kita temui dalam keseharian beberapa ungkapan bagus yang perlu kita hafal, sehingga akan menambah perbendaharaan kalimat kita. Kita akan lebih sempurna apabila juga mengetahui beberapa terminologi – terminologi topik yang sedang dibicarakan dari para ahlinya (spesialis), sehingga orang akan percaya dan mudah menerima ceramah anda. Hal yang tidak kalah penting adalah memilih format bahasa yang sesuai dengan waktu yang diberikan. Tidak boleh terlalu singkat dan tidak lengkap, tetapi tidak terlalu panjang yang membosankan. Ketika kita berada pada tempat komunitas tertentu, hendaknya juga banyak mengutip dari tokoh – tokoh yang bisa diterima oleh komunitas tersebut. Ketahuilah setiap tempat mempunyai pembicaraan sendiri dan setiap kondisi mempunyai sarana yang berbeda dengan sarana untuk kondisi yang lain.

Sarana Kedua Intonasi Suara dan Bahasa Tubuh. Sarana ini merupakan sarana terpenting dalam penyampaian ceramah. Sejumlah penelitian di Inggris pada tahun 1970 M mengungkapkan bahwa pengaruh pembicaraan bagi orang lain dipengaruhi oleh kalimat sebesar 7 %, intonasi suara mempunyai pengaruh sebesar 38 %, dan bahasa tubuh lainnya (mata, wajah, tangan dan tubuh), mempunyai pengaruh sebesar 55 %. Ada beberapa catatan yang harus kita hindari tentang bahasa tubuh ketika kita menjadi penceramah, yang umumnya dilakukan tanpa sadar, misalnya: menggaruk – garuk kepala, memainkan benda – benda terdekat, menggoyang – goyang kaki, mata jelalatan dan sebagainya. Umumnya penceramah sukses mengarahkan pandangan mereka ke jama'ah, bersikap tenang dan tidak grogi, menggerakkan tangan mereka sesuai tema yang sedang dibahas, membuat mimik wajah yang semuanya mengarah pada upaya mengarahkan jama'ah pada upaya mempengaruhi mereka agar sesuai dengan tujuan materi.

Langkah Awal Pengembangan diri!
• Mendengar dan memperhatikan ceramah orang – orang terkenal, kemudian menirunya dan selanjutnya mencari cara khusus bagi kita setelah itu
• Meminta salah seorang disekitar kita untuk merekam kultum kita tanpa sepengetahuan kita, kemudian dengarkan kultum tersebut dan kritiklah gaya bicara kita serta meinta orang lain meluruskannya
• Setelah kita beberapa kali naik mimbar, tulislah catatan – catatan tentang pembicaraan tersebut dan tinggalkan catatan tersebut di ceramah kita di masa yang akan datang.
Disarikan dari: Barometer Muslim Manajemen Hidup Sukses, Daru Falah Agar Nasihat dapat diterima, Pustaka Ibnu Katsir Dan beberapa buku lainnya.

Minggu, 15 Agustus 2010

Puasa dan Iman

Bismilahirahmanirahhim…
ASSALAMUALAIKUM WR..WB..
ALHAMDULILLAHIRABBILALAMIN,// …WABIHINASTAIN// ..ALAUMURIDUNYAWADDIN, // WASALATUWASSALAMUALLA ASRAFIL ANBIYA WALMURSALIM// WAALAA ALIHI WASAHBIHI AZMAIN.
AMMA BADU….

Bapak, Ibu dan adik Jamaah Al Musaafir, yang saya mulyakan………..
Kiranya saat-saat seperti ini,// tiada kata yang lebih tepat, // dan tiada kalimat yang lebih akurat, selain ucapan syukur kita panjatkan kepada Allah swt, atas karunia dan ribuan nikmat // yang ditebarkan di bulan Ramadhan ini kepada kita// sehingga salah satu nikmatnya kita bisa berberkumpul ditempat ini, // selepas melaksanakan shalat isya dan tarawih berjamaah.

Salawat serta salam diharapkan senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW, Keluarganya, Para Sahabatnya, Tabi’in dan Tabi’i serta kita yang saat ini masih konsisten mengkuti risalahnya.

Bapak, Ibu dan adik-adik Jamaah Al Musaafir, saya yakin//, bahwa Bapak dan Ibu acapkali mendengarkan salah satu firman Allah dalam Al Qur’an yang berbunyi : ya ayuhalazina amanu qutiba alaykumusyiyamu// kamma kutiba allaladzina min qoblikum // la’allaqum tattaquna.(Al Baqarah – ayat 183).

Sedemikian populernya surat ini, // sehingga disetiap bulan Ramadhan surat ini selalu disampaikan oleh penceramah kultum ba’da tarawih maupun penceramah kultum ba’da shalat zuhur //yang biasanya dilakukan diperkantoran.

Sehingga ada salah satu buku dengan judul//”Quantum Tarbiyah” pengarangnya menuliskan dengan nada sedikit guyonan” Qutiba alaykumusyiyamu lagi ,qutiba alaykumusyiyamu lagi”.//apa tidak ada ayat lain sebagai bahan ceramah?.
Mungkin sindiran pengarang buku itu mengena buat saya// yang termasuk kurang rajin dalam menggali surat-surat dan ayat dalam Al-Quran.
Tapi baiklah..kita tinggalkan saja guyonan atau sindiran tersebut,// kita coba lebih baik berbaik sangka saja kepada penulis buku itu//, mungkin maksudnya supaya kita rajin mentadabburi Al Qur’an// baik materi yang terkait ramadhan ataupun ayat-ayat lainnya.

Nah .! kembali lagi ke surat yang popular Al Baqarah ayat 183 ini, //coba kita kupas arti dan maknanya:
“ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”

Ada 3 pointers yang bisa kita kupas substansi dari ayat ini:
Pertama: ajakan untuk orang-orang yang beriman;
Kedua : agar berpuasa;
Ketiga : agar bertaqwa.
Seruan Allah SWT memanggil pada permulaan ayat ini “ya ayuhalazina amanu qutiba alaykumusyiyamu” Hai..orang-orang yang beriman…,//ini bukan sembarang panggilan,// sebab yang memanggil adalah Allah sang pencipta alam semesta ini// yang semua makluk dan isi alam ini bergantung kepadaNYA.

Maka siapa yang mengaku diri orang yang beriman hendaknya segera bergerak memenuhi panggilanNYA// Allah SWT dalam panggilan tersebut tidak menyebutkan kriteria yang bersifat duniawi, dengan kata lain Allah SWT tidak berfirman: “Ya Ayyuhal Aghniyaa” (Hai, orang orang yang kaya), Hai, orang-orang yang berkedudukan tinggi atau Hai, orang-orang yang ganteng atau cantik atau lain sebagainya, //melainkan yang Allah panggil adalah mereka yang beriman saja.

Nah, lalu mungkin terbetik dalam hati ini// Apakah kita termasuk kriteria orang yang beriman ?
Sekarang bagaimana kita dapat mengetahui, bahwa kita itu termasuk ciri-ciri atau kriteria orang yang beriman ?. Untuk mengetahui itu ada alatnya… yaitu Al Quran.

Terdapat lebih dari 840 kali Iman disebutkan dalam Al-Qur'an, tapi kita coba telaah beberapa ayat saja, diantaranya, pada:
1. Surat Assajadah ayat 15 yang artinya: Sesungguhnya orang yang beriman dengan ayat-ayat kami, adalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat kami , mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, sedang mereka tidak menyombongkan diri.
2. Sedangkan pada surat Assajadah ayat ke 16-nya berbunyi: Lumbung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka.
3. Surat Al Hujarat ayat 15 : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.
4. Pada surat Al Anfal ayat 2 Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang yang beriman itu adalah mereka yang disebut nama Allah gemetarlah hati mereka// dan apabila dibacakan ayat-ayatNya, bertambah iman mereka dan kepada Tuhannyalah mereka bertaqwa.

Disini nampak ukuran berjaya tidaknya seseorang dimata Allah bukan terletak pada kekayaan atau kemiskinannya,// melainkan terletak pada keimanannya, // oleh karena itu, yang Allah SWT panggil pada ayat diatas adalah mereka yang beriman, // sebab kaya dan miskin dimata Allah adalah ujian//, Apalah artinya jika seorang kaya tidak beriman dan tidak mentaati perintah Allah SWT. //semua itu hanya kesia-siaan, sebaliknya sunggu sangat mulia seseorang sekalipun dalam kedudukan sangat miskin //tapi ia beriman dan mentaati-Nya, dan ia akan termasuk dalam golongan mereka yang Allah panggil dalam ayat diatas.

Bahwa untuk melaksanakan ibadah puasa syaratnya harus beriman terlebih dahulu//. Tanpa iman ibadah seseorang tidak diterima oleh Allah SWT. // Allah hanya mengakui ibadah hambanya yang beriman saja, // oleh sebab itu dalam banyak hadist Rasulullah SAW, selalu menyebutkan kata: Iimanan Wahtisaban,untuk menunjukan bahwa ibadah yang Allah SWT terima adalah berdasarkan iman dan harapan atas ridhaNya.
Meskipun banyak, definisi iman lainnya, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu,// tapi paling tidak firman Allah yang saya sebutkan tadi, bisa mewakili definisi iman itu seperti apa.

Dan kembali lagi kepada panggilan ya ayuhalazina amanu qutiba alaykumusyiyamu” sudah termasukkah kita sesuai dengan kriteria orang yang beriman ? (jangan-jangan panggilan saum itu bukan untuk kita), karena kita belum masuk pada kriteria sesuai dengan yang diinginkan pada firman Allah tersebut.
Bisawab.
Kalau boleh saya simpulkan isi kultum ini, //bahwa walaupun kita seumpamanya belum masuk pada kriteria sesuai firman Allah tsb. // Tapi kita percaya dan kita yakini, bahwa kita sedang berusaha dan berproses menuju kriteria sesuai dengan yang diinginkan Allah dalam ayat-ayat Al Quran tersebut.

Bapak, Ibu dan adik-adik……
Akhirul kata, tiada gading yang tak retak// tiada sumur yang tak berdasar//kebenaran milik Allah semata//manusia bersifat salah dan jika itu mengena pada saya// mohon dimaafkan.
Wabilahitaufik wal hidayah .. wasalamualaikum wr. Wb..

Pagelaran 14 Agustus 2010.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Amalan di Bulan Ramadhan

“Segala puji milik Allah. Kami memohon pertolonganNya, dan mohon ampun kepada Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diriku dan keburukan amalku.
Barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan Allah maka tidak ada siapapun yang dapat menunjukinya.
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, aku mengesakanNya dan tidak mempersekutukanNya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan rosulNya, tidak ada nabi setelah Dia.
Ya Allah, berikan sholawat, salam dan kebaikan atas nabi Muhammad, keluarganya dan sahabatnya.”
Mungkin tema maupun isi kultum ini telah sering kita dengakan pada setiap bulan ramadhan tapi tidak ada salahnya kita mengulang substansi kultum ini untuk menguatkan dan mengingatkan akan tekad kita beribadah di bulan ramdhan.
Sebulan penuh kita umat Islam bagai ulat dalam kepompong Ramadhan. Diharapkan di akhir Ramadhan kondisi rohani kita akan secantik kupu-kupu. Lalu amalan apa saja yang bisa kita lakukan di bulan Ramadhan agar setelah ramadhan menjadi secantik kupu-kupu dan memperoleh derajat takwa?
Pertama tentunya berpuasa (Shiyam) . Hal ini diperintahkan Allah swt. dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 183-187. Karena itu, agar puasa kita tidak sia-sia, perdalamlah wawasan kita tentang puasa yang benar dengan mengetahui dan menjaga rambu-rambunya. Sebab, puasa bukan sekadar tidak makan dan tidak minum. Tapi, ada rambu-rambu yang harus ditaati. Kata Rasulullah saw : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan kemudian mengetahui rambu-rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya.” (HR. Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi) Jangan pernah tidak berpuasa sehari pun tanpa alasan yang dibenarkan syariat. Meninggalkan puasa tanpa uzur adalah dosa besar dan tidak bisa ditebus meskipun orang itu berpuasa sepanjang masa. “Barangsiapa tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshah atau sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia berpuasa selama hidup” begitu kata Rasulullah saw. (HR. At-Turmudzi) Jauhi hal-hal yang dapat mengurangi dan menggugurkan nilai puasa kita. Inti puasa adalah melatih kita menahan diri dari hal-hal yang tidak benar. Bila hal-hal itu tidak bisa ditinggalkan, maka nilai puasa kita akan berkurang kadarnya. Rasulullah saw. Bersabda : “Bukankah (hakikat) puasa itu sekadar meninggalkan makan dan minum, melainkan meninggalkan perbuatan sia-sia dan kata-kata bohong.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah saw. juga berkata, “Barangsiapa yang selama berpuasa tidak juga meninggalkan kata-kata bohong bahkan mempraktikkanya, maka tidak ada nilainya bagi Allah apa yang ia sangkakan sebagai puasa, yaitu sekadar meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim). Semua itu tidak akan bisa kita lakukan kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam melaksankannya. Dengan begitu, puasa yang kita lakukan menghasilkan ganjaran dari Allah berupa ampunNya. Rasulullah saw. Bersabda : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan sepenuh iman dan kesungguhan, maka akan diampuni dosa-dosa yang pernah dilakukan.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud) Salah satu bentuk kesungguhan dalam berpuasa adalah, melakukan makan sahur sebelum tiba waktu subuh. Rasulullah saw. Menerangkan : “Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan Anda tinggalkan, meskipun hanya dengan seteguk air. Allah dan para malaikat mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur.” Selain sahur, menyegerakan berbuka ketika magrib tiba, juga bentuk kesungguhan kita dalam berpuasa. Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang paling dicintai olehNya ialah mereka yang menyegerakan berbuka puasa” Begitu kata Rasulullah saw. Rasulullah saw. memberi contoh bersegera berbuka puasa walaupun hanya dengan ruthab (kurma mengkal), tamar (kurma), atau seteguk air. (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Selama berpuasa, jangan lupa berdoa. Doa yang banyak. Sebab, doa orang yang berpuasa mustajab. Ini kata Rasulullah saw : “Ada tiga kelompok manusia yang doanya tidak ditolak oleh Allah. Yang pertama ialah doa orang-orang yang berpuasa sehingga mereka berbuka.” (HR. Ahmad dan Turmudzi)
1. Membaca Al-Qur’an (Tilawah) Al-Qur’an diturunkan perama kali di bulan Ramadhan. Maka tak heran jika Rasulullah saw. lebih sering dan lebih banyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan dibandingkan di bulan-bulan lain. Imam Az-Zuhri berkata : “Apabila datang Ramadhan, maka kegiatan utama kita selain berpuasa adalah membaca Al-Qur’an.” Bacalah dengan tajwid yang baik dan tadabburi, pahami, dan amalkan isinya. Insya Allah, kita akan menjadi insan yang berkah. Buat target. Jika di bulan-bulan lain kita khatam membaca Al-Qur’an dalam sebulan, maka di bulan Ramadhan kita bisa memasang target dua kali khatam. Lebih baik lagi jika ditambah dengan menghafal satu juz atau surat tertentu. Ini bisa dijadikan program unggulan bersama keluarga.
2. Memberikan makanan (Ith’amu ath-tha’am) Amal Ramadhan yang juga dianjurkan Rasulullah saw. adalah memberikan santapan berbuka puasa kepada orang-orang yang berpuasa. “Barangsiapa memberi makanan berbuka kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” (HR. Turmudzi dan An-Nasa’i) Sebenarnya memberi makan untuk orang berbuka hanyalah salah satu contoh bentuk kedermawanan yang ingin ditumbuhkan kepada kita. Masih banyak bentuk sedekah yang bisa kita lakukan jika kita punya kelebihan rezeki. Peduli dan sigap menolong orang lain adalah sifat yang ingin dilatih dari orang yang berpuasa.
3. Perhatikan kesehatan Berpuasa adalah ibadah mahdhah. Tapi orang yang berpuasa juga sebenarnya adalah orang yang peduli dengan kesehatan. Makanya Rasulullah saw. Berkata : “Berpuasalah kamu, maka kamu akan sehat.” Tak heran jika selama berpuasa Rasulullah saw. tetap memperhatikan kesehatan giginya dengan bersiwak, berobat dengan berbekam, dan memperhatikan penampilan, termasuk tidak berwajah cemberut.
4. Jaga keharmonisan keluarga Puasa adalah ibadah yang khusus untuk Allah swt. Tapi, punya efek yang luas. Termasuk dalam mengharmoniskan hubungan keluarga. Jadi, berpuasa bukan berarti menjauh dari istri karena taqarrub kepada Allah sepanjang malam. Bukan juga tiada hari tanpa i’tikaf. Rasulullah saw. berpuasa, tapi juga memenuhi hak-hak keluarganya. Dalam praktik keseharian, hanya di bulan Ramadhan kita bisa makan bersama secara komplit sekeluarga, baik ketika berbuka atau sahur. Di bulan lain hal ini sulit dilakukan. Keharmonisan keluarga juga bisa kita dapatkan dari shalat berjamaah dan tadarrus bersama.
5. Berdakwah Selama Ramadhan kita punya kesempatan berdakwah yang luas. Karena, siapapun di bulan itu kondisi ruhiyahnya sedang baik sehingga siap menerima nasihat. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan ini. Rasulullah saw. bersabda, barangsiapa menunjuki kebaikan, baginya pahala sebagaimana orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkannya sedikitpun. Jika mampu, jadilah pembicara di kultum ba’da sholat zhuhur, ashar, dan subuh di musholah atau masjid. Bisa juga menjadi penceramah di waktu tarawih. Jika tidak bisa berceramah, buat tulisan. Sebarkan ke orang-orang yang Anda temui. Jika tidak bisa, bisa mengambil artikel-artikel dari majalah, fotocopy, lalu sebarkan. Insya Allah, berkah. Ini sebenarnya hanyalah langkah awal bagi kerja yang lebih serius lagi. Dengan melakukan hal-hal sederhana seperti di atas, sesungguhnya Anda sedang melatih diri untuk menjadi sosok yang bermanfaat bagi orang lain. Kata Rasulullah saw., mukmin yang baik adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
6. Shalat Tawawih (Qiyamul Ramadhan) Ibadah sunnah yang khas di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih (qiyamul ramadhan). Rasulullah saw., karena khawatir akan dianggap menjadi shalat wajib, melaksanakan shalat tarawih berjamaah bersama para sahabat tidak sepanjang Ramadhan. Ada yang meriwayatkan hanya tiga hari. Saat itu Rasulullah saw. melakukannya secara berjamaah sebanyak 11 rakaat dengan bacaan surat-surat yang panjang. Tapi, di saat kekhawatiran akan diwajibakannya shalat tarawih sudah tidak ada lagi, Umar bi Khattab menyebutkan jumlah rakaat shalat tarawih adalah 21 atau 23 rakaat (HR. Abdur Razzaq dan baihaqi). Ibnu hajar Al-Asqalani Asy-Syafi’i berkata : “Beberapa riwayat yang sampai kepada kita tentang jumlah rakaat shalat tarawih menyiratkan ragam shalat sesuai dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Kadang ia mampu melaksanakan shalat 11 rakaat, kadang 21, dan terkadang 23 rakaat, tergantung semangat dan antusiasmenya masing-masing. Dahulu mereka shalat 11 rakaat dengan bacaan yang panjang sehingga mereka bertelekan dengan tongkat penyangga, sedangkan mereka shalat 21 atau 23 rakaat, mereka membaca bacaan-bacaan yang pendek dengan tetap memperhatikan masalah thuma’ninah sehingga tidak membuat mereka sulit.” Jadi, silakan Anda qiyamul ramadhan sesuai dengan kadar kemampuan dan antusiasme Anda.
7. I’tikaf Inilah amaliyah ramadhan yang selalu dilakukan Rasulullah saw. I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat beribada kepada Allah swt. Abu Sa’id Al-khudri meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah beri’tikaf pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan, dan paling sering di 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sayangnya, ibadah ini dianggap berat oleh kebanyakan orang Islam, jadi sedikit yang mengamalkannya. Hal ini dikomentari oleh Imam Az-Zuhri : “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan i’tikaf padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.” Semoga kita bukan dari golongan yang kebanyakan itu. Amin.
8. Lailatul Qadar Ada bulan Ramadhan ada satu malam yang istimewa: lailatul qadar, malam yang penuh berkah. Malam itu nilainya sama dengan seribu bulan. Rasulullah saw. amat menjaga-jaga untuk bida meraih lailatul qadar. Maka, Beliau menyuruh kita mencarinya di malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Kenapa? Karena : “Barangsiapa yang shalat pada malam lailatul qadar berdasarkan iman dan ihtissab, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” Begitu kata Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Bahkan, untuk mendapatkan malam penuh berkah itu, Rasulullah saw. mengajarkan kita sebuah doa, “Allahumma innaka ‘afuwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii.” Ya Allah, Engkaulah Pemilik Ampunan dan Engkaulah Maha Pemberi Ampun. Ampunilah aku.
9. Umrah Jika Anda punya rezeki cukup, pergilah umrah di bulan Ramadhan. Karena, pahalanya akan berlipat-lipat. Rasulullah saw. berkata kepada Ummu Sinan, seorang wanita Anshar, agar apabila datang bulan Ramadhan, hendaklah ia melakukan umrah, karena nilainya setara denagn haji bersama Rasulullah saw. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Zakat Fitrah Zakat fitrah wajib dibayarkan sebelum hari Ramadhan berakhir oleh umat Islam, baik lelaki-perempuan, dewasa maupun anak-anak. Tujuannya untuk mensucikan orang yang melaksanakan puasa dan untuk membantu fakir miskin.
11. Perbanyaklah Taubat Selama bulan Ramadhan Allah swt. membukakan pintu ampunan bagi hamba-hambanya dan setiap malam bulan Ramadhan Allah membebaskan banyak hambaNya dari api neraka. Karena itu, bulan Ramadhan adalah kesempatan emas bagi kita untuk bertaubat kembali ke fitrah kita.