Menulis dan Manfaatnya
Jika ditanya, mengapa menulis, seorang penulis akan mengemukakan pendapat yang berbeda-beda. Bisa jadi karena uang, ketenaran, hobi, bahkan karena tidak ada hal lain yang bisa dilakukan. Sebagai orang yang agamis menulis , mewartakan firman-Nya menjadi alasan terkuat ketika memutuskan menggeluti dunia tulis-menulis ini. Dengan alasan-alasan tersebut, ketika seorang penulis mengayunkan penanya, dia juga mengkhusukan unyuk tujuan-tujuan tertentu, baik bagi dirinya sendiri maupun untuk orang lain. Seperti yang diungkapkan Lie Charlie dalam "Jadi Penulis Ngetop Itu Mudah", dengan menulis kita dapat mengekspresikan diri, memberikan opini dan teori, memberikan informasi, mengabadikan sejarah, mencerahkan jiwa, bahkan untuk menghibur orang lain. Alasan dan tujuan seorang penulis itu perlu digali secara dalam dan jelas, karena dapat menggerakkan penulis dalam kegiatan mengayunkan pena di atas kertas dan menghadapi rintangan selama proses menulis berlangsung.
Dibandingkan berbicara, menyimak, maupun membaca, menulis memang memiliki kelebihan tersendiri. Dengan menulis, seseorang dapat mengungkapkan sesuatu yang tak terucapkan, mencerminkan kedalaman pikiran, dapat dibaca berulang-ulang, mudah diduplikasi, berdaya sebar tinggi, dan abadi melampui zaman. Melihat hal-hal yang bisa dilakukan dengan menulis, seorang penulis dapat meraih manfaat dalam kegiatan menulis ini, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Berikut ini manfaat-manfaat menulis yang bisa diperoleh.
MENULIS DAPAT MENYELAMATKAN HIDUP
Seseorang dapat mengambil keputusan-keputusan yang buruk bagi dirinya, seperti bunuh diri, ketika tidak sanggup lagi menahan geliat kesedihan maupun tekanan rasa kecewa yang begitu menyakitkan hatinya. Apalagi saat ia merasa bergumul sendirian dan tidak ada satu pun tempat untuk mencurahkan setiap rasa yang ada. Dalam bukunya "Daripada Bete, Nulis Aja!", Caryn Mirriam-Goldberg, Ph.D. mengatakan dia pernah mengalami hal seperti itu. Dia merasa hidupnya sudah hancur. Ketika mencoba menulis, dia sadar bahwa hal itu telah menyelamatkan hidupnya. Menulis membuka pikirannya bahwa bunuh diri bukanlah keputusan yang benar dalam menghadapi kesulitan dan kesedihan yang melanda. Menulis juga membantunya memahami luka hati dan membuat hidupnya menjadi lebih berarti.
Ya, dengan menulis kita dapat mengungkapkan perasaan kita tanpa batas. Dengan itu, kita pun belajar untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, memberi harapan hidup, dan membuat kita merasa tidak sendiri.
MENULIS ITU MENYEHATKAN
Menurut Fatima Mernissi, dengan menulis setiap hari, kulit pun menjadi segar kembali akibat kandungannya yang luar biasa! Saat kita bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama di atas kertas kosong, kantung di bawah mata akan segera lenyap dan kulit akan terasa segar kembali (Hernowo, 27).
Mungkin terdengar lucu, namun hal ini telah diteliti dan dibuktikan bahwa menulis berdampak baik bagi kesehatan. Dalam buku "Quantum Writing: Cara Cepat Nan Bermanfaat untuk Merangsang Munculnya Pontensi Menulis" dikisahkan mengenai penelitian yang dilakukan Dr. James W. Pennebaker, era tahun 1990-an. Ia melakukan penelitian selama lima belas tahun mengenai pengaruh upaya membuka diri terhadap kesehatan fisik. Dalam bukunya "Opening Up: The Healing Power of Expressing Emotions", Dr. James W. Pennebaker berpendapat bahwa upaya mengungkapkan segala pengalaman yang tidak menyenangkan dengan kata-kata dapat memengaruhi pemikiran, perasaan, dan kesehatan tubuh seseorang. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa:
- menulis menjernihkan pikiran,
- menulis mengatasi trauma,
- menulis membantu mendapatkan dan mengingat informasi baru,
- menulis membantu memecahkan masalah,
- dan menulis-bebas membantu kita ketika terpaksa harus menulis.
MENULIS ITU SALAH SATU LANGKAH MENUJU KE KEABADIAN
Orang hidup dibatasi oleh usia. Namun, sebuah tulisan hidup untuk selamanya. Banyak penulis yang sudah meninggal dunia, akan tetapi karyanya tetap hidup sampai sekarang dan menjadi berkat bagi pembacanya.
Tulisan bersifat lebih abadi daripada bahasa lisan. Setelah mendengar orang bicara, selang beberapa menit seseorang bisa lupa. Berbeda dengan tulisan, ketika seseorang lupa tentang apa yang dibacanya, dia dapat membaca kemudian mengingatnya kembali. Selain itu, ketika tidak mengerti maksud sebuah tulisan, seseorang dapat mempelajarinya berulang-ulang sampai dia mengerti.
Fakta-fakta tersebut seharusnya dapat membuat kita semakin tergerak untuk lebih banyak lagi menuliskan hal-hal yang bermanfaat. Kelak, meskipun kita telah tiada, ide dan pikiran kita tetap ada. Orang lain pun tetap dapat belajar dan beroleh berkat dari setiap tulisan kita.
MENULIS BERARTI MENATA DAN MENINGKATKAN KEMAMPUAN PIKIRAN
Saat akan mulai menulis, berbagai ide dan gagasan seperti simpang siur dalam pikiran seorang penulis. Ide dan gagasan tersebut harus disusun secara sistematis agar dapat dipahami dan dimengerti orang lain dengan baik.
Proses penyusunan ide agar tulisan dapat dengan mudah dipahami akan membawa kita kepada pengenalan terhadap ide-ide orang lain dan melahirkan pendapat atas ide-ide tersebut. Karena itu, belajarlah menyusun argumentasi untuk menopang ide agar mudah dipahami (rasional). Hal tersebut berarti menulis membuat kita terbiasa berpikir sistematis dan saksama. Apabila terbiasa melakukannya, kemampuan berpikir kita akan semakin tajam.
MENULIS DAPAT MENYEBARKAN BERKAT ROHANI
Tulisan memiliki sifat fisik yang nyata. Hal tersebut menjadikan tulisan dapat disebarkan dengan mudah. Bahkan seiring kemajuan teknologi informasi -- melalui dunia maya -- tulisan dapat disebarkan dengan lebih cepat dan lebih banyak lagi. Contohnya, milis publikasi e-Penulis ini. Setiap bulannya, dalam hitungan detik setiap tulisan yang ada dapat terkirim ke ribuan pelanggannya.
Bayangkanlah berkat yang akan tersebar apabila satu persen saja dari pembaca tulisan Anda memeroleh inspirasi dan berkat, lalu meneruskannya kepada orang lain. Tulisan Anda akan menjadi berkat, baik bagi Anda maupun orang lain yang membacanya. Bagi yang belum mengenal Allah, mereka dapat dibawa kepada-Nya lewat tulisan Anda. B bahkan menguatkan iman yang sedang lemah atau suam-suam kuku.
Manfaat ini seharusnya mendorong para penulis Kristen untuk terus menulis dan memanfaatkan setiap media yang ada untuk menyebarluaskan kebenaran-Nya.
MENULIS MENDATANGKAN BERKAT JASMANI
Menjadi motivasi atau tidak, tulisan yang dikirim ke media cetak maupun elektronik dapat mendatangkan berkat jasmani bagi Anda. Tetapi terlepas dari hal itu, yang utama dan terutama adalah Anda telah mengembangkan talenta menulis yang Tuhan percayakan kepada Anda.
Budaya Menulis dan Membaca
Artikel-artikel dan tulisan yang dapat merangsang kesadaran untuk menumbuhkan kegiatan menulis dan membaca sebagai sebuah budaya.
- Bagaimana Menjadi Penulis yang Menulis
- Biarlah Anak Mengekspresikan Dirinya dengan Menulis
- Gaya Menulis
- Guru Mengajar, Murid Menulis
- Ide Besar Sebuah Tulisan
- Kriteria Tulisan yang Bagus
- Membaca (Buku) Saja Belum Cukup
- Mengembangkan Ide Untuk Menulis (Pratulis)
- Mengenali Pembaca
- Menghindari Bias dalam Tulisan
- Menulis dan Hambatannya
- Menulis dan Memercayakan Tulisan di Internet
- Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan Menulis
- Menulis Seni Mengungkapkan Hati
- Menulis untuk Pembaca
- Menulis, Tradisinya Orang-Orang Hebat
- Menumbuhkan Budaya Menulis pada Anak
- Menyampaikan Gagasan Lewat Tulisan
- Mewariskan Budaya Lewat Tulisan
- Sumber Gagasan yang Tak Pernah Kering
- Swasunting: Sampai Sejauh Mana?
- Teenlit Sebagai Cermin Budaya Remaja Perkotaan Masa Kini
- Yang Perlu Dipikirkan dalam Membentuk Sebuah Komunitas
Bagaimana Menjadi Penulis yang Menulis
Submitted by team e-penulis on Kam, 15/05/2008 - 3:38pm.Ditulis oleh: Judy Reeves
Gertrude Stein menulis, "Menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis adalah menulis." (Dia juga menulis, "Mawar adalah mawar adalah mawar adalah mawar"). Maksud perkataannya itu tidak lain adalah bahwa menulis itu ya soal menulis, dari awal sampai akhir. Bahwa menulis adalah menulis. Pokoknya menulis. Bagaimana mulai menulis? Menulis. Bagaimana untuk dapat terus menulis? Ya terus menulis.
Sayangnya, banyak dari kita yang menganggap hal itu tidak sesederhana kelihatannya. Kita bermasalah saat akan mulai menulis, kita bermasalah untuk bisa terus menulis, dan sering kali kita menyerah begitu saja, semangat dan kegigihan kita sedikit demi sedikit menghilang, seperti sungai yang mengering.
Namun karena menulis ada dalam hati, jiwa, dan DNA kita, setelah beberapa minggu atau bulan atau bahkan tahun, kita kembali bersemangat untuk menulis. Bahkan lebih giat dari sebelumnya, dan saat itu, kita dapat mempertahankan semangat menulis itu.
Mungkin kita seperti itu atau mungkin juga tidak. Dari pengalaman saya sebagai guru, banyak orang yang sering kali tidak dapat mempertahankan semangatnya. Bagi beberapa orang, siklus semangat menulis seperti di atas terjadi berulang kali. Karena kita tidak konsisten, kita mulai menghakimi diri sebagai orang yang tidak berbakat menulis, harga diri kita ikut terbuang bersama lembaran-lembaran kertas yang kita lempar ke sampah, dan kemudian kita semakin sulit untuk dapat mulai menulis. Hal itu membuat hati sakit. Karena kita adalah penulis dan saat kita tidak utuh -- saat ada bagian dalam diri kita yang hilang -- kita tidak pernah bisa merasa nyaman berada di dunia, tidak ada damai dalam diri. Menulis adalah hidup kita. Memang bukan seluruh hidup, akan tetapi hal tersebut cukup untuk membuat kita merasa tidak utuh saat tidak menulis.
KLAIM DIRIMU SEBAGAI PENULIS
Anda tidak akan pernah menjadi penulis (dan terus menulis) sampai Anda menyebut diri sendiri sebagai penulis.
Kebanyakan penulis yang saya tahu, terutama yang karyanya tak terpublikasi, mengatakan, "Aku ingin jadi penulis." Atau, "Aku adalah ... dan suka menulis." Atau, "Sudah lama aku ingin menjadi penulis." Namun, mereka tidak menyebut diri mereka sebagai penulis. Pikirkan kata-kata lain untuk menyebut diri Anda: pria/wanita, ibu/ayah, istri/suami, teman, guru, teknisi, pramupijat, pengacara, tukang kebun, koki. Kita memakai kata-kata itu untuk memperkenalkan diri kita sendiri, baik kepada orang lain maupun kepada diri kita sendiri. Apa sebutan kita untuk diri kita, itulah kita. Dalam beberapa budaya, nama baru diberikan pada saat seseorang mengalami perubahan. Nama baru itu mengisyaratkan bahwa orang itu telah berubah. Jika Anda memanggil diri Anda penulis, tidak hanya mengatakan ingin menjadi seperti apa Anda, Anda akan berubah. Cobalah. Sekarang. Teriakkan nama Anda dengan keras dan diikuti kata-kata, "Aku adalah penulis." Biarkan diri Anda mengalami sensasi yang Anda rasakan saat Anda melakukannya. "Tapi tulisanku belum ada yang terpublikasi," mungkin Anda berkata seperti itu, seolah-olah itu yang memberikan Anda hak untuk menyebut diri Anda sebagai penulis. Lagipula, saat Anda mengatakan kepada orang lain bahwa Anda adalah penulis, pasti mereka akan bertanya, "Oh, tulisan apa yang pernah Anda publikasikan?"
Dengar, tulisan yang dipublikasikan tidak ada hubungannya dengan menjadi penulis! Publikasi berhubungan dengan mencari uang sebagai penulis. Mungkin juga dengan pengakuan publik dan kemashyuran. Meski benar, kebanyakan penulis yang tulisannya dipublikasikan tidak mendapat terlalu banyak uang atau pun terkenal. Kita mungkin berkata, terpublikasi adalah terpublikasi adalah terpublikasi. Bahkan, terpublikasi adalah tujuan kebanyakan dari kita. Namun, itu bukanlah alasan untuk kita menulis. Kita menulis karena itulah yang harus kita lakukan. Anne Sexton berkata, "Saat aku menulis, aku melakukan hal yang seharusnya aku lakukan."
Lagipula, sekalinya tulisan kita dipublikasikan, bukan berarti itu membuat kita berhenti menulis. Kita akan terus menulis. Itulah yang penulis lakukan. Aku memiliki visi seperti itu saat menulis, aku menulis dan terus menulis. Seperti gurauan kuno berkata, "Penulis tua tidak pernah mati, mereka terus memperbaiki bagian akhir dari tulisannya."
Bagaimana Anda Mengklaim Diri Anda Sebagai Penulis?
Pertama, katakan, "Aku adalah penulis." Katakan itu dengan keras. Katakan pada diri Anda sendiri di depan cermin. Katakan pada keluarga dan teman Anda. Katakan pada orang yang Anda temui di pesta yang bertanya, "Apa pekerjaan Anda?" Katakan pada orang asing saat Anda mengantri di toko grosir. Katakan pada ibumu. Katakan paling sering pada diri Anda sendiri, "Aku adalah penulis."
Pilih satu tempat untuk menulis, tempat sakral di mana Anda merasa nyaman, bukannya merasa terbeban. Jika Anda belum memiliki ruang seperti itu, maka buatlah. Pakai satu ruangan penuh atau sebagian dari ruangan sebagai tempat Anda menulis. Sebelum membuat ruang tulisnya, temanku Wendy menggunakan sekat untuk memisahkan tempatnya menulis dengan ruang tamu. Saat Anda ada di ruangan Anda sendiri untuk menulis, bawalah serta lilin atau lampu, atau bunga, apa pun yang dapat membuat ruangan Anda menjadi unik. Buatlah senyaman mungkin.
Ambil alat-alat yang Anda perlukan. Hargai tulisan Anda dengan kertas atau agenda yang Anda suka. Beli pulpen berkualitas yang selalu Anda impi-impikan. Belilah komputer yang khusus untuk Anda sendiri dan mesin cetak yang bagus. Siapkan kamus, kamus tesaurus, dan buku EyD yang berkualitas. Cari buku-buku berkualitas dan berlanggananlah jurnal menulis.
Bergaul dengan penulis lain. Berinteraksilah dengan mereka. Surati seorang penulis yang bukunya Anda kagumi (bukan sebagai penggemar, tapi sebagai sesama penulis). Ikutilah seminar dan lokakarya. Bergabunglah dengan kelompok penulis.
Membaca sebagai penulis. Belajar dari yang terbaik. Pelajari penulis favorit Anda, dan salin sebagian tulisannya untuk dapat merasakan ritme dan gaya tulisannya. Pilah-pilah kalimat, paragraf, dan bab yang ada di tulisannya untuk menemukan teknik dan rahasia menulisnya. Selain menulis, membaca tulisan yang bagus akan menjadi guru Anda yang terbaik.
Atur Waktu untuk Menulis
Hal kedua yang perlu Anda lakukan untuk menjadi penulis yang menulis adalah dengan mengadakan waktu untuk menulis. Anda tidak akan pernah menulis jika Anda tidak mengadakan waktu untuk menulis. Jangan pernah berkata, "Aku akan segera menulis." Anda tidak akan pernah menulis kalau seperti itu. Sebelum selama 25 tahun ini menulis, aku adalah orang yang selalu bilang seperti itu; dan karena itu aku tidak pernah bisa mulai menulis. Itu tidak terjadi lagi setelah aku menetapkan waktu untuk menulis secara rutin sehingga aku bisa menjadi seorang penulis yang menulis.
Tetapkan waktu untuk menulis, tulis di kalender Anda: Senin 14.00; Selasa 09.15, Rabu ...; dan seterusnya.
Cari waktu yang cocok dengan Anda. Jangan atur waktu menulis selama dua jam jika Anda hanya betah selama setengah jam. Jangan atur alarm pada pukul 05.30 pagi jika Anda memang susah bangun pagi dan tidak suka suasana pagi hari. Sama halnya, jangan bilang kalau Anda akan menulis pada malam hari setelah semua pekerjaan Anda beres jika pada saat itu Anda biasanya berbaring di sofa dan tidak dapat menahan kantuk. Cari waktu yang mendukung. Ambil setengah waktu dari jam makan siang Anda. Menulislah langsung setelah kerja. Bangunlah setengah jam lebih awal. Jika Anda memiliki kebebasan untuk mengatur waktu Anda, tetapkan waktu menulis selama jam kerja.
Murid-murid di kelasku berkata bahwa mereka tidak punya waktu untuk menulis. Kemudian aku meminta mereka yang rutin menonton TV dan main internet untuk mengangkat tangan. Banyak yang angkat tangan. Aku tanya lagi, "Kalau begitu siapa yang tidak punya waktu untuk menulis?" Semua meresponinya dengan meringis. Menulislah daripada menonton TV, main internet, baca koran, main dengan teman. Anda harus mengorbankan sebagian waktu Anda untuk menulis.
Catatan: Jangan korbankan waktu untuk berjalan-jalan dan melihat matahari terbenam.
Anda mungkin sudah sering mendengar bahwa jika Anda ingin menjadi penulis, Anda harus menulis setiap hari. Itu bukan harga mati. Tapi memang ada beberapa aturan yang harus dilakukan untuk jadi penulis. Untuk menjadi penulis (yakni penulis yang menulis), Anda harus menulis beberapa kali dalam seminggu -- setidaknya empat atau lima kali, lebih bagus kalau setiap hari. Menulis akan lebih mudah dengan menulis secara rutin. Anda akan lebih baik saat Anda melakukan sesuatu dengan sering. Mic Jagger berkata, "Anda harus menyanyi setiap hari agar bisa menjadi, ya ..., penyanyi yang hebat."
Seperti halnya berolah raga, berdiet, atau kuliah, terkadang latihan menulis akan lebih mudah dilakukan dengan adanya teman. Buat janji dengan teman untuk menulis. Jika Anda dan teman Anda tidak bisa menulis bersama di satu tempat, saling teleponlah atau kirimlah e-mail dan berkata, "Aku menulis hari ini" atau "Aku akan menulis pada pukul 20.30 malam ini" atau "Bagaimana menulismu hari ini?".
Jangan tunggu inspirasi datang baru Anda menulis. Sia-sia. Saat Anda muncul di hadapan kertas Anda, inpirasi akan mendatangi Anda. Ada yang berkata, "Menulis itu 20 persen inspirasi dan 80 persen keringat." Lagipula, jika menulis adalah latihan Anda sehari-hari, Anda tidak perlu inspirasi untuk mulai menulis.
Menulis
Akhirnya, langkah ketiga untuk menjadi penulis yang menulis adalah tentu saja menulis itu sendiri. Membicarakan tentang menulis itu bukan menulis. Berpikir tentang menulis itu bukan menulis. Bermimpi atau berkhayal itu bukan menulis. Membuat kerangka, meneliti, dan membuat catatan juga bukan menulis. Semua itu mungkin adalah bagian dari menulis dan diperlukan untuk menulis, tapi menulis itu ya menulis.
"Anda tidak dapat duduk-duduk saja dan berpikir," kata penulis fiksi David Long, "Anda harus duduk dan menulis."
Jadi setiap hari, pada saat yang telah ditetapkan (atau yang tidak ditetapkan sebelumnya/spontan), duduklah di meja tulis Anda (atau di meja kafe atau di atas rumput di taman), kemudian menulislah.
Lakukan hal itu setiap hari dan aku jamin, Anda akan terus kehabisan kertas tulis, Anda akan mulai dan menyelesaikan banyak cerita, esai, naratif nonfiksi -- apa pun yang ingin Anda tulis. Imajinasi Anda akan ke mana-mana dan menggila. Anda akan menjadi seorang penulis yang menulis. (t/Dian)
Diterjemahkan dari:
Nama situs | : | grandtimes.com | |||||||||||||||
Penulis | : | Judy Reeves | |||||||||||||||
Alamat URL | : | http://www.grandtimes.com/A_Writer.htmlGaya MenulisSubmitted by team e-penulis on Kam, 19/03/2009 - 9:50am.Diringkas oleh: Dian Pradana Sebelum menulis, seorang penulis dihadapkan dengan banyak peringatan yang mengharuskannya untuk merangkai kalimatnya dengan baik; tidak melebar ke mana-mana. Namun, seorang penulis mungkin akan bertanya, "Jika saya menghapus semua yang menurut Anda kacau, dan jika saya menggunduli setiap kalimat sampai kepada intinya saja, apa yang tersisa untukku?" Pertanyaan tersebut muncul karena tidak banyak orang yang menyadari betapa buruk tulisan mereka. Tidak ada yang memberitahu mereka tentang gaya tulisan mereka yang terlalu berlebihan dan bagaimana hal itu dapat merintangi apa yang ingin mereka katakan. Jika Anda memberikan artikel sepanjang delapan lembar kepada saya, dan kemudian saya menyuruh Anda untuk memotongnya hingga menjadi empat lembar, Anda akan berteriak dan mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin. Meski demikian, Anda tetap mengerjakannya, dan hasilnya tulisan itu menjadi lebih baik. Intinya adalah bahwa Anda harus menggunduli tulisan Anda sebelum Anda dapat merekonstruksinya. Anda harus tahu alat-alat apa yang penting dan fungsinya masing-masing. Metafora pekerjaan tukang kayu; adalah penting untuk pertama-tama mampu menggergaji kayu dengan rapi dan memaku, baru setelah itu Anda mengukur ujung-ujungnya atau menambah elemen elegan, jika itu adalah selera Anda. Anda tidak boleh lupa bahwa Anda menangani suatu karya yang berdasar atas prinsip-prinsip tertentu. Jika pakunya lemah, rumah Anda akan roboh. Jika kata kerja Anda lemah dan sintaksis Anda reyot, kalimat Anda akan roboh. Yang sering kali menjadi masalah adalah Anda menjadi tidak sabar untuk menciptakan sebuah "gaya" -- menghiasi kalimat sederhana sehingga pembaca akan mengenali Anda sebagai seseorang yang spesial. Anda akan menggunakan simile yang terlalu menyolok dan kata-kata sifat yang berlebihan, seolah-olah "gaya" adalah sesuatu yang dapat Anda beli di toko dan kemudian Anda bubuhkan pada kalimat Anda. Tidak ada gaya yang dijual di toko; gaya adalah karakter orang yang menulis, layaknya rambut yang melekat di kepalanya, atau, jika orang itu botak, gaya adalah layaknya kekurangannya akan rambut. Mencoba untuk menambah gaya adalah seperti memakai rambut palsu. Sekilas, orang yang tadinya botak itu terlihat muda dan bahkan tampan. Namun, jika dilihat lagi, ia tidak nampak seperti dirinya sendiri. Itulah masalah para penulis yang dengan sengaja menghiasi tulisan mereka. Mereka kehilangan, apa pun itu, yang membuat mereka unik. Pembaca akan mengetahui bahwa mereka terlalu berlebihan. Pembaca ingin agar orang yang berbicara kepada mereka terdengar apa adanya. Karena itu, aturan yang paling mendasar adalah: menjadi diri sendiri. Tidak ada peraturan yang terlalu berat untuk diikuti. Menjadi diri sendiri mengharuskan penulis untuk melakukan dua hal yang sepertinya mustahil untuk dilakukan oleh seorang penulis -- santai dan percaya diri. Memberitahu penulis untuk santai adalah seperti memberitahu seseorang untuk santai saat ia diperiksa apakah ia mengidap hernia. Pun dengan masalah kepercayaan diri, lihatlah bagaimana seorang penulis sangat kaku saat duduk, menatap layar monitor yang menunggu ketikan kata-katanya. Lihatlah bagaimana ia sering kali berdiri dan mencari makanan atau minuman. Seorang penulis akan melakukan apa pun agar ia tidak menulis. Dari pengetahuan yang saya dapat dari sebuah koran, jumlah banyaknya seorang penulis berdiri untuk mengambil air, jauh melebihi jumlah kebutuhan tubuh mereka akan air. Apa yang dapat dilakukan untuk melepaskan penulis dari penderitaan itu? Sayangnya, sampai saat ini belum ada obatnya. Saya hanya dapat memberikan sebuah pemikiran yang menghibur, bahwa Anda tidaklah sendiri. Hari-hari tertentu akan lebih baik daripada hari-hari lainnya. Hari-hari tertentu mungkin akan menjadi hari yang sangat buruk sehingga membuat Anda putus asa untuk mulai menulis lagi. Kita semua pernah mengalami hari-hari itu dan akan mengalami lebih banyak masa-masa seperti itu. Namun, adalah baik untuk meminimalisir terjadinya masa-masa buruk, yakni dengan mencoba bersantai. Asumsikan bahwa Anda adalah penulis yang sedang duduk menulis. Anda sudah menetapkan bahwa Anda akan menulis artikel dengan panjang tertentu dan jika panjang artikelnya tidak mencapai target, artikel Anda tidak akan ada gunanya. Anda berpikir bagaimana tampilan artikel itu nanti saat sudah dicetak. Anda memikirkan semua orang yang akan membacanya. Anda berpikir bahwa tulisan Anda harus memiliki beban otoritas yang cukup kuat. Anda bepikir bahwa gaya harus memesona. Jika Anda seperti itu, tidak heran jika Anda terikat; Anda terlalu sibuk memikirkan tanggung jawab Anda yang luar biasa atas artikel yang bahkan belum bisa Anda tulis. Paragraf pertama biasanya adalah sebuah bencana -- kumpulan ide-ide umum yang sudah keluar dari topik. Paragraf 2 juga tidak lebih baik. Namun, paragraf 3 mulai menyiratkan sisi kemanusiaan, dan pada paragraf 4, Anda mulai terdengar seperti diri Anda sendiri. Anda sudah mulai mencoba untuk santai. Menakjubkan bagaimana seorang editor sering membuang 3 atau 4 paragraf dari sebuah artikel, atau bahkan beberapa halaman utama, dan mulai dengan paragraf di mana penulis mulai terdengar seperti dirinya sendiri. Paragraf-paragraf pertama itu tidak hanya impersonal dan bertele-tele, paragraf-paragraf itu juga tidak berkata apa-apa -- paragraf-paragraf itu hanyalah hasil sebuah sikap sadar untuk membuat sebuah pengantar yang penuh khayal. Apa yang selalu saya cari sebagai seorang editor adalah kalimat yang mengatakan sesuatu seperti: "Aku tidak akan pernah melupakan hari di mana aku ...." Saat saya menemukannya, saya berpikir, "Aha! Ada sisi kemanusiaannya (perhatikan kata 'aku')!" Penulis jelas akan paling terlihat natural saat mereka menulis dalam orang pertama. Menulis adalah transaksi intim antar dua orang, yang dilakukan di atas secarik kertas, dan transaksi itu akan berjalan baik selama tulisan itu memelihara sisi kemanusiaannya. Karena itu, saya mendorong orang-orang untuk menulis dengan gaya orang pertama: menggunakan "saya" dan "kami". "Siapa saya mengatakan apa yang saya pikirkan?" tanya mereka. "Atau apa yang saya rasakan?" "Siapa Anda tidak mengatakan apa yang Anda pikirkan?" jawabku pada mereka. "Hanya ada satu Anda. Tidak seorang pun yang pikiran dan perasaannya sama persis." "Tapi tidak ada yang peduli dengan pendapat saya," kata mereka. "Mereka akan peduli jika Anda memberitahu mereka sesuatu yang menarik," kataku, "dan beritahu mereka melalui kata-kata yang keluar secara alami." Namun demikian, membuat penulis untuk menggunakan "saya" adalah tidak mudah. Mereka pikir mereka harus mendapatkan hak istimewa untuk mengungkapkan emosi dan pemikiran mereka. Karena kalau tidak, mereka akan dianggap terlalu egois. Atau tidak bermartabat -- sebuah ketakutan yang menimpa dunia akademik. Karena itu, kaum profesional menggunakan kata "seseorang" ("Seseorang menemui bahwa dirinya tidak sejalan dengan Dr. Maltby tentang kondisi manusia") atau kata yang kurang pribadi ("di-") ("Diharapkan monograf Prof. Felt akan menarik banyak pendengar yang sesuai"). Saya tidak mau bertemu dengan "seseorang" -- ia adalah orang yang membosankan. Saya ingin seorang profesor yang benar-benar berdedikasi pada subjeknya untuk memberitahu saya mengapa subjek itu membuatnya tertarik. Saya menyadari bahwa ada banyak area penulisan di mana kata "saya" tidak boleh dipakai. Koran tidak mau ada kata "saya" di berita mereka. Begitu juga artikel di majalah, laporan bisnis dan institusi, serta disertasi. Para guru bahasa Inggris pun tidak mau melihat adanya pemakaian kata pengganti orang pertama, kecuali "kami". Larangan-larangan itu sah. Artikel dalam koran harus berisi berita yang yang dilaporkan secara objektif. Saya juga memaklumi guru-guru yang tidak mau memberikan murid-muridnya jalan mudah untuk berpendapat seperti "Saya rasa Hamlet itu bodoh" padahal mereka belum benar-benar menganalisa sebuah karya dan referensi-referensi pendukungnya. Kata "saya" dapat menjadi sebuah cara untuk menjadi terlalu longgar pada diri sendiri dan melarikan diri dari tanggung jawab. Namun demikian, masih mungkin untuk menyampaikan makna keakuan tanpa menggunakan kata "saya". James Reston, seorang kolumnis politik, tidak menggunakan kata "saya" dalam tulisannya; namun, saya memiliki citra yang baik terhadapnya, dan saya juga dapat menyebut kolumnis dan reporter lain yang juga baik. Penulis yang baik terlihat dari kata-katanya. Jika Anda tidak diperbolehkan menggunakan "saya", setidaknya berpikirlah "saya" saat Anda menulis, atau menulis draf dalam bentuk orang pertama dan kemudian buang kata "saya". Hal ini dapat melatih gaya impersonal Anda. Jual diri Anda, dan topik tulisan Anda akan menyiratkan daya tariknya sendiri. Percayalah pada identitas dan pendapat Anda sendiri. Menulis adalah suatu sikap ego. Gunakan kekuatannya untuk membantu Anda agar dapat terus menulis. (t/Dian) Diterjemahkan dan diringkas dari:
Menulis Seni Mengungkapkan HatiSubmitted by Agape on Rab, 22/11/2006 - 1:55pm.Menulis, Budaya Langka Hal ini mendorong pemerintah untuk memotivasi setiap orang dari anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, hingga lansia untuk gemar membaca. Sebab dengan makin sadarnya masyarakat Indonesia akan membaca, membuat orang menjadi pandai. Dampaknya, kehidupan masyarakat dan bangsa pun akan maju. Bila budaya membaca ini sudah menyeluruh, baru meningkat pada budaya menulis. Menulis Seni Mengungkapkan HatiSubmitted by Agape on Rab, 22/11/2006 - 1:55pm.Menulis, Budaya Langka Hal ini mendorong pemerintah untuk memotivasi setiap orang dari anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, hingga lansia untuk gemar membaca. Sebab dengan makin sadarnya masyarakat Indonesia akan membaca, membuat orang menjadi pandai. Dampaknya, kehidupan masyarakat dan bangsa pun akan maju. Bila budaya membaca ini sudah menyeluruh, baru meningkat pada budaya menulis. Menulis Membutuhkan Membaca dan Membaca Membutuhkan MenulisSubmitted by team e-penulis on Jum, 24/03/2006 - 3:25pm.Oleh: Hernowo HASIL-HASIL MENCENGANGKAN DARI RISET DR. KRASHEN Dr. Stephen D. Krashen yang meraih gelar doktor di bidang linguistik pada 1972 di University of California Los Angeles (UCLA), mengawali bukunya dengan judul yang menggigit, "Benarkah Ada Krisis Melek Huruf?" Pertanyaan ini dilontarkannya di tengah masyarakat Amerika Serikat yang maju. "Adanya krisis Melek Huruf pada tahun 1987 pertama kalinya saya dengar dari `Oprah Winfrey Show`," tulisnya. "Yang menjadi tamu Oprah Winfrey waktu itu adalah empat orang dewasa yang `buta huruf`. Mereka, demikian dinyatakan, betul-betul tidak bisa baca-tulis. Kisah mereka menyentuh, dan kini kisah itu akrab di tengah masyarakat. Mereka menceritakan cara mereka `lulus` waktu di sekolah dulu, bertahan dengan jalan memperhatikan secara saksama apa yang dilakukan teman-teman mereka di kelas. Mereka merancang strategi untuk bisa hidup sehari-hari; misalnya, kalau mereka ke restoran bersama teman, mereka menunggu untuk melihat orang lain memesan, kemudian mereka memesan makanan yang sama. "Kisah di atas kemudian didramatisasi oleh media massa ... Akan tetapi, ada satu masalah. Sesungguhnya, hampir semua orang di Amerika Serikat bisa baca-tulis. Hanya saja, mereka tidak membaca dan menulis dengan cukup baik. Meskipun tingkat melek huruf sudah bertambah seabad terakhir, tuntutan untuk meningkatkan kemampuan itu datang lebih cepat. Banyak orang yang jelas-jelas tidak cukup mampu baca-tulis untuk menghadapi tuntutan tersebut seiring dengan perkembangan kemelekhurufan masyarakat modern yang kompleks." Membaca Bebas dan Sengaja (MBS) Setelah mengawali buku yang mengungkapkan hasil-hasil risetnya tentang membaca dan menulis seperti itu, kemudian Dr. Krashen berbicara soal cara mengatasi problem atau tuntutan tersebut. Berikut uraian Dr. Krashen selanjutnya: "Menurut hemat saya, penyembuhan dari krisis kemampuan baca-tulis ini terletak pada melakukan satu kegiatan, kegiatan yang jarang dilakukan dalam kehidupan banyak orang, yaitu membaca. Khususnya, saya menyarankan membaca buku dalam jenis tertentu -- Membaca secara Bebas dan Sengaja (disingkat MBS atau free voluntary reading [FVR]). MBS berarti Anda menjalankan kegiatan membaca karena Anda memang menginginkannya." "Untuk anak usia sekolah, MBS berarti tidak ada pembuatan laporan tentang buku yang dibaca, tidak ada pertanyaan di akhir bab, dan tidak perlu mencari arti yang benar untuk setiap kosakata yang ditemukan. MBS berarti menyingkirkan buku yang tidak Anda sukai dan memilih yang lain yang bermanfaat dan disukai sebagai gantinya. Ini jenis membaca yang dilakukan secara obsesif oleh mereka yang sangat terpelajar di Amerika." "Saya tidak akan mengatakan MBS sebagai jalan keluar sepenuhnya. Pembaca-bebas tidak dijamin bisa masuk Harvard. Yang disampaikan riset ini adalah bahwa jika anak-anak atau orang dewasa yang tidak begitu cakap mulai membaca untuk kesenangan, maka hal-hal baik akan terjadi. Pemahamannya terhadap bacaan akan membaik, dan mereka akan lebih mudah mengerti teks akademis yang sulit. Gaya tulisan mereka akan membaik, dan mereka akan mampu lebih baik menulis prosa dengan gaya yang diterima di sekolah, bisnis, dan masyarakat ilmiah. Kosakata mereka akan bertambah dalam kecepatan yang lebih baik dibanding jika mereka menjalani kursus peningkatan kosakata yang sering dijajakan oleh para pengiklan. Lagi pula, ejaan dan tata bahasa mereka pun akan membaik." "Dengan kata lain, pembaca-bebas memiliki peluang. Dan riset juga menunjukkan bahwa mereka yang tidak memupuk kebiasaan membaca yang menyenangkan, ada kemungkinan tidak memiliki peluang untuk hidup lebih baik -- mereka akan menghadapi masa-masa sulit dalam hal baca- tulis pada tingkatan yang cukup tinggi dalam menghadapi tuntutan dunia kini." "Buku The Power of Reading, mempelajari riset terhadap MBS, cara penerapan MBS, dan hal-hal yang berkaitan dengan membaca, menulis, dan kemelekan huruf. Peluang yang ditawarkan oleh MBS terhadap pribadi dan masyarakat sungguh luar biasa. Tujuan buku ini adalah memperlihatkan kepada pembaca apa yang ditawarkan MBS." Setelah menguraikan gagasan pokoknya secara selintas, Dr. Krashen kemudian menunjukkan bukti-bukti bermanfaatnya membaca dalam kaitannya dengan menulis dan hal-hal yang mengelilinginya. Di bawah ini adalah potongan-potongan gagasan Dr. Krashen yang disesuaikan dengan materi buku yang sedang Anda hadapi ini. Silakan menyimak secara relaks dan ambillah "makna-makna" penting yang tiba-tiba mencuat dari hasil riset Dr. Krashen. Perlu ditambahkan di sini bahwa dalam menunjukkan hasil-hasil risetnya ini, Dr. Krashen juga mengutip pelbagai hasil penelitian lain yang mendukung penelitiannya. Nanti Anda akan menjumpai beberapa nama di dalam kurung yang diikuti oleh angka berupa tahun. Itu menunjukkan orang yang meneliti bidang tersebut dan kapan hasil penelitian tersebut dipublikasikan. Di sini tidak disajikan secara lengkap identitas itu demi mencapai keringkasan dan kepraktisan penyajian. Mengapa pembaca yang baik tetap memiliki celah kekurangan? Apa yang menjadi kendala dalam kemahiran berbahasa tulis? Salah satu penjelasan adalah bahwa tidak semua yang tercetak harus diperhatikan; maksudnya, membaca dapat dianggap berhasil apabila pembaca dapat memahami yang dibaca. Dan untuk mencapai hal ini, pembaca tidak harus menggunakan sepenuhnya semua yang tertera di atas kertas. Menurut sebuah penelitian (Goodman, 1982; Smith, 1988), pembaca fasih menciptakan hipotesis terhadap teks yang akan mereka baca didasarkan pada apa yang sudah mereka baca, pengetahuan mereka dalam bidang itu, dan pengetahuan mereka akan bahasa -- dan hanya menggunakan aspek tercetak yang mereka perlukan untuk menegaskan hipotesis mereka itu. Sebagai contoh, kebanyakan pembaca bisa menduga apa kata terakhir yang akan dipakai oleh sebuah kalimat. Pembaca yang baik tidak perlu memperhatikan dengan sepenuhnya dan dengan hati-hati kata "ini" di akhir kalimat untuk memahaminya; mereka hanya perlu melihat sekilas untuk memastikan bahwa kata itu tertera di sana. Dengan demikian, pembaca yang cakap tidak memperhatikan detail kalimat di setiap halaman, dan mereka mungkin gagal melihat perbedaannya atau apakah kata-kata tertentu berakhiran "-lah" atau "-kah". Celah kecil ini, dalam pandangan saya, tidak terlalu perlu diperhatikan untuk menjalankan kegiatan membaca yang lancar dan efisien. Tentang Menulis Bahasan tentang tulis-menulis patut mendapat tempat lebih luas dibanding yang saya berikan di sini. Akan tetapi, tujuan saya bukan untuk memberikan survei menyeluruh tentang apa yang diketahui tentang penulisan dan bagaimana kemampuan menulis berkembang. Tujuan saya lebih untuk menyampaikan dua poin penting di bawah ini:
Gaya Tulisan Berasal dari Membaca Riset dengan jelas menunjukkan bahwa kita belajar menulis lewat membaca. Untuk lebih tepatnya, kita memperoleh gaya tulisan, bahasa khusus penulisan, dengan membaca. Kita sudah melihat banyak bukti yang menegaskan hal ini: Anak-anak yang berpartisipasi dalam program membaca-bebas, menulis dengan lebih baik (misalnya, Elley dan Mangubhai, 1983; McNeil dalam Fader, 1976) dan mereka yang melaporkan bahwa semakin banyak mereka membaca semakin baik tulisannya (misalnya, Kimberling et al., 1988 sebagaimana dilaporkan dalam Krashen 1978, 1984; Applebee, 1978; Alexander, 1986; Salyer, 1987; Janopoulus, 1986; Kaplan dan Palhinda, 1981; Applebee et al., 1990). Ada alasan lain untuk memperkirakan bahwa gaya penulisan berasal dari membaca. "Argumen kompleksitas" berlaku pula untuk penulisan: Semua cara di mana bahasa tertulis "resmi" berbeda dengan bahasa yang lebih informal terlalu rumit untuk dipelajari satu per satu. Bahkan walau pembaca mengenali tulisan yang baik, para peneliti tidak berhasil menjabarkan secara lengkap tentang apa persisnya yang membuat tulisan yang "bagus" itu bagus. Oleh karena itu, masuk akal untuk mengatakan gaya penulisan tidak dipelajari secara sadar, melainkan umumnya diserap, atau secara tidak sadar diperoleh, lewat membaca. Hunting (1967) memaparkan riset untuk disertasi (tidak dipublikasikan) yang menunjukkan bahwa kuantitas tulisan tidak berkaitan dengan kualitas tulisan. Banyak sekali kajian yang menunjukkan bahwa meningkatnya kuantitas tulisan tidak mempengaruhi kualitas tulisan. Nah, tentang gaya tulisan berasal dari membaca bukan dari menulis, sejalan dengan yang diketahui tentang kemahiran berbahasa: Kemahiran berbahasa diperoleh melalui masukan (input), bukan keluaran (output), dari pemahaman, bukan hasil. Dengan demikian, jika Anda menulis satu halaman sehari, gaya tulisan Anda tidak akan meningkat. Akan tetapi, hal baik lain bisa dihasilkan dari tulisan Anda, sebagaimana yang akan kita lihat dalam pembahasan berikut. Apa yang Dilakukan Tulisan Kendati menulis tidak membantu kita mengembangkan gaya penulisan, menulis mempunyai keuntungan lain. Seperti yang dikemukakan Smith (1988), kita menulis setidaknya karena dua alasan. Pertama, dan paling nyata, kita menulis untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun mungkin yang lebih penting, kita menulis untuk diri kita sendiri, untuk memperjelas dan merangsang pikiran kita. Sebagian besar tulisan kita, bahkan kalaupun kita adalah penulis yang karyanya diterbitkan, adalah untuk diri kita sendiri. Seperti yang diungkapkan Elbow (1973), sulit untuk mengendalikan lebih dari satu gagasan dalam pikiran sekaligus. Tatkala kita menuliskan gagasan kita, hal-hal samar dan abstrak menjadi jelas dan konkret. Saat semua pikiran tumpah di atas kertas, kita bisa melihat hubungan di antara mereka, dan bisa menciptakan pemikiran yang lebih baik. Menulis, dengan kata lain, bisa membuat kita lebih cerdas. Menulis bisa membantu kita berpikir secara menyeluruh dan menyelesaikan masalah. Pembaca yang selalu menuliskan catatan harian atau jurnal tahu banyak tentang hal ini -- Anda menghadapi masalah, Anda menuliskannya, dan setidaknya 10 persen dari masalah itu raib. Terkadang, keseluruhan permasalahan itu hilang. Mungkin, bukti eksperimental terjelas yang memperlihatkan bahwa menulis membantu pemikiran adalah serangkaian kajian yang dilakukan Langer dan Applebee (1987). Siswa-siswa sekolah menengah diminta membaca telaah sosial kemudian mempelajari informasi di dalamnya dengan menuliskan esai analitis tentang pertanyaan yang ditugaskan berkaitan dengan topik tersebut, atau dengan menggunakan teknik belajar lainnya (misalnya membuat catatan, menjawab pertanyaan tentang pemahaman, menuliskan ringkasan, teknik belajar "normal" tanpa menulis). Lalu para siswa itu diberi pelbagai ujian mengenai materi bacaan. Langer dan Applebee melaporkan bahwa "secara umum, tanggapan tertulis apa pun mengarah pada kinerja yang lebih baik dibanding membaca tanpa menulis". Dalam kajian ketiga, mereka menunjukkan bahwa menulis esai tidak membuat informasi bertahan lama (di otak) jika materi bacaan yang diberikan mudah; namun apabila materi yang mereka baca sulit, penulis esai memberikan hasil yang jauh lebih baik dibanding siswa yang menggunakan teknik belajar lainnya. Hasil serupa tentang keefektifan penulisan esai dilaporkan oleh Newell (1984), Marshall (1987), serta Newell dan Winograd (1989). Terkadang, sedikit saja menulis sudah bisa membuat perbedaan besar. Dalam kajian yang dilakukan Ganguli (1989), ditunjukkan bahwa mahasiswa matematika yang meluangkan tiga menit per periode untuk menjabarkan dalam bentuk tulisan konsep penting yang dikemukakan di kelas, lebih unggul dalam ujian akhir semester dibanding kelompok pembanding. Untuk ulasan mengenai riset tambahan yang mendukung hipotesis bahwa menulis "bisa membuat Anda lebih cerdas", lihat Applebee (1984) dan Krashen (1990). Akhirnya, kesimpulan saya sederhana saja. Apabila anak-anak membaca untuk kesenangan, apabila mereka "terikat dengan buku", mereka memperoleh, secara tidak sengaja dan tanpa usaha yang dilakukan dengan sadar, hampir semua hal yang disebut "ketrampilan kebahasaan" yang sangat diperhatikan oleh banyak orang: Mereka akan menjadi pembaca handal, mendapatkan banyak kosakata, mengembangkan kemampuan untuk memahami dan menggunakan susunan kalimat majemuk, mengembangkan gaya penulisan yang bagus, dan menjadi pengeja yang hebat (walau bukan sempurna). Meskipun membaca dengan bebas dan dengan sengaja itu sendiri tidak akan memastikan didapatkannya kecakapan pada tingkatan tertinggi, setidaknya ia menjamin tingkatan yang dapat diterima. Tanpa hal itu, saya duga anak-anak tidak berpeluang. Ketika kita membaca, kita betul-betul tidak punya pilihan kita harus melek huruf. Kita jarang menemukan orang yang membaca dengan baik menghadapi persoalan serius berkenaan dengan tata bahasa, ejaan, dan lain-lain. Mereka menulis cukup bagus karena mereka tidak bisa menahannya; mereka memiliki gaya tulisan yang tanpa sadar diperoleh, begitu pula aturan kepenulisan. Orang yang membaca dengan baik, menulis dengan baik pula karena mereka secara tidak sadar mendapatkan gaya penulisan yang baik. Akan tetapi, saya bukan mengajukan program kebahasaan yang terdiri dari hanya membaca bebas. Saya juga sepakat dengan nilai membaca yang ditugaskan oleh guru dan direkomendasikan oleh guru, petugas perpustakaan, dan orangtua. Membaca yang ditugaskan serta membaca bebas dan disengaja akan saling membantu: lewat literatur, siswa akan tumbuh secara intelektual dan akan terpapar dengan aneka ragam buku, yang bisa merangsang untuk lebih banyak membaca bebas. MBS bukanlah pengganti program kebahasaan. MBS melengkapi kelas seni berbahasa. Masalah kita dalam pendidikan kebahasaan, sebagaimana dikemukakan Frank Smith, adalah bahwa kita mencampuradukkan sebab dan akibat. Kita mengira kita pertama-tama mempelajari "ketrampilan" berbahasa dan kemudian menerapkan ketrampilan ini dalam membaca dan menulis. Tetapi bukan begitu cara kerja otak manusia. Yang lebih tepat: membaca untuk mencari pemahaman atau pemaknaan, membaca tentang hal-hal yang penting bagi kita, adalah pemicu berkembangnya kefasihan berbahasa. Bahan diedit dari sumber: Menyampaikan Gagasan Lewat TulisanSubmitted by team e-penulis on Sen, 23/07/2007 - 3:07pm.Oleh: Puji Arya Yanti Agar menjadi seorang penulis, seseorang haruslah menulis. Tidak bisa hanya mengkristalkan sesuatu dalam pikiran, berpikir layaknya seorang penulis, dan percaya pada kekuatan kata saja, seorang penulis harus mampu menyampaikan gagasannya melalui tulisan. Dengan bahasa tulisan yang dipakainya, orang dapat mengerti apa yang menjadi ide pikirannya. Pembaca dapat pula dibawa mengembara ke alam pikiran sang penulis dengan kata-kata yang dirangkainya. Namun, apakah Anda masih menemui kesulitan manakala harus menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan? Kesulitan menyampaikan gagasan melalui tulisan mungkin tidak lagi menjadi masalah utama bagi seorang penulis handal, meskipun mungkin mereka juga masih mengalami kebuntuan dalam menemukan ide. Namun bagi penulis pemula, menyampaikan gagasan lewat tulisan bisa jadi merupakan pelajaran sulit yang harus mereka pecahkan. Termasuk dalam hal memilih kata-kata dan merangkainya dalam kalimat agar gagasannya sampai kepada para pembaca. Gagasan adalah hasil pemikiran. Jadi sebuah tulisan bukanlah hasil angan-angan, meskipun seorang penulis juga tidak terlepas dari angan, daya khayal, atau imajinasi. Imajinasi di sini merupakan imajinasi yang ditempa dalam pikiran, dicerna dalam otak, dan diteruskan dalam bentuk tulisan. Tulisan yang dimaksud adalah tulisan yang ditulis dengan rancangan, dengan pemikiran, dan dengan aturan yang berlaku, tidak sebatas angan saja (Nadeak, 1989:10). MENEMUKAN GAGASAN Sebelum seorang penulis menyampaikan gagasannya, terlebih dahulu mereka harus menemukan ide atau gagasan yang hendak mereka sampaikan. Suatu hal yang mustahil bagi seorang penulis untuk dapat menyampaikan gagasan tanpa memiliki sesuatu pun untuk dituangkan. Lalu dari manakah gagasan tersebut didapatkan seorang penulis? Berikut ini hal-hal yang dapat dilakukan seorang penulis agar menemukan gagasan untuk ditulis.
Setelah menangkap gagasan-gagasan, mulailah menulis. Tuangkan gagasan dengan kata-kata dalam sebuah kalimat. Jangan pedulikan tata bahasanya ataupun kesalahan dalam melafalkannya. Akan ada waktunya nanti untuk membereskannya. MENUANGKAN GAGASAN DAN PENGGUNAAN BAHASA TULISAN Menuangkan gagasan melalui tulisan memang tidak mudah karena menulis bukan hanya menuangkan apa yang diucapkan atau membahasatuliskan bahasa lisan saja. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan (Rusyana, 1988:191). Artinya, gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola dan melaluinya pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis. Bila apa yang dimaksudkan oleh penulis sama dengan yang dimaksudkan oleh pembaca, seseorang dapat dikatakan telah terampil menulis. Tidak mudah tentunya berteriak, mengungkapkan kesedihan, atau menjelaskan cara kerja suatu alat melalui tulisan. Karena itu, menulis menuntut kemampuan berpikir yang memadai. Sebab tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui tulisanlah penulis mengomunikasikan pikirannya. Dan melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam menuangkan gagasan adalah menulis itu sendiri. Hal tersebut merupakan usaha untuk mewujudkan apa yang ada di kepala. Jangan biarkan kertas atau layar monitor komputer tetap kosong. Teruslah menulis meski hasil awal tulisan tidak begitu baik. Itu hal yang wajar dan jauh lebih baik daripada Anda tidak mencoba menuliskannya. Karena gagasan tulisan tidak akan ada artinya jika tidak mulai ditulis. Ketika sedang menulis, menulislah saja, jangan membarenginya dengan mengedit. Hal itu akan memperlambat hasil tulisan, bisa jadi tulisan tidak akan selesai karena disibukkan dengan penyuntingan yang dilakukan. Alasan lainnya, sebuah tulisan yang baik dihasilkan melalui dua tahap, menuangkan isi pikiran dan penyuntingan. Setelah draf awal tulisan selesai, lakukan tahap kedua, yaitu penyuntingan. Hal ini perlu dilakukan agar gagasan yang disampaikan melalui tulisan berhasil mencapai sasaran. Mungkin saja draf awal tulisan masih dipenuhi dengan pilihan kata yang kurang tepat atau gagasan belum dipaparkan dengan baik. Perhatikan dan perbaiki penggunaan bahasa dalam tulisan. Dalam hal ini, tulisan adalah dalam bahasa Indonesia. Karena itu, untuk menjadi seorang penulis tentu saja diperlukan penguasaan bahasa Indonesia yang memadai. Sejumlah bidang masalah yang lazim diperhatikan dalam penyuntingan adalah kesalahan tata bahasa. Kesalahan tata bahasa ini meliputi kesalahan pemakaian tanda baca, kesalahan ejaan, penyusunan kalimat dalam paragraf, dan sebagainya. Hal ini perlu diperhatikan untuk mendapatkan tulisan yang baik dan benar. Penggunaan kata yang betul dan yang salah juga perlu dipertimbangkan dalam kaitan dengan penafsirannya oleh pembaca. Perhatikan pula tentang perpindahan yang menyentak. Karena dalam rangkaian tulisan diperlukan jembatan untuk memuluskan perpindahan dari satu topik, paragraf, atau kalimat kepada berikutnya agar pembaca tidak tersentak dan tidak bingung ketika membaca tulisan. Ambiguitas juga menjadi masalah tersendiri yang perlu dicermati. Masalah ini memerlukan kewaspadaan istimewa karena merupakan masalah yang tidak mudah dilacak oleh penulis. Ambiguitas atau kekaburan makna biasanya bersumber pada perumusan yang kurang tepat dalam penulisan. Diperlukan kepekaan terhadap hal ini. Keempat hal di atas perlu diperhatikan agar gagasan yang disampaikan dengan bahasa tulisan dapat sampai dengan tepat dan benar kepada para pembaca. Sumber Bacaan
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar